Minggu, 23 Desember 2012

essay tentang remaja



Korelasi Narsisme dan Bullying di Facebook Terhadap Perkembangan Mental Remaja.

Era globalisasi dewasa ini memberi berbagai kemudahan dan fasilitas untuk menunjang kehidupan manusia. Bermacam-macam fasilitas seperti internet, computer tablet, ataupun handphone yang kini semakin hari dibuat semakin praktis dan fleksibel bagaikan sudah menjadi sahabat manusia dalam aktivitasnya. Semua fasilitas itu membuat manusia jadi semakin mudah menjangkau berbagai belahan dunia dan mengetahui berbagai informasi baru yang terjadi sehingga dunia ini terasa sangat sempit. Sebut saja internet dan handphone, interaksi kedua benda ini sudah tak asing lagi dimata remaja, tiap waktu tiap saat dan dimanapun kedua hal ini menjadi arena permainan tersendiri didunia para remaja. Internet membuat mereka dapat mengeksiskan diri di media sosial seperti facebook tanpa ada batasan waktu.
Dalam kesehariannya memang tak dapat dipungkiri bahwa media sosial sangat penting mengingat berbagai pekerjaan, aktivitas, dan tugas-tigas sekolah pun memerlukan fasilitas  tersebut. Namun, bagaimana jika media sosial seperti facebook tersebut malahan menjadi media ekspresi diri yang negatif bagi remaja? Mereka dapat meng-upload semua foto ataupun video yang mereka buat, jika banyak teman yang menyukai foto ataupun video tersebut, secara psikologis itu akan membangkitkan rasa narsisme dalam diri mereka sendiri. Namun lain hal jika malahan teman mereka mengomentari foto atau video tersebut dengan kata-kata mengejek atau mem-bully mereka, maka sebaliknya, itu akan menjatuhkan rasa percaya diri mereka. Tentunya hal tersebut akan menjadi pemasalahan baru dalam dunia pendidikan dewasa ini.
Untuk itulah penting bagi pihak sekolah maupun orang tua untuk mengetahui dunia yang sedang dijalani putra putri mereka, tentang bagaimana dunia maya juga dapat mempengaruhi mental psikologi yang akan mengacu pada perkembangan pembelajaaran mereka dalam menuju kedewasaan. Tentang narsisme dan bullying yang kerap kali terjadi dalam media sosial facebook, dapat berdampak sangat signifikan dalam kehidupan nyata remaja di lingkungan pergaulannya. Sebagai suatu media pembelajaran, bagaimana seharusnya orang tua dan sekolah mengambil berbagai sikap dan tindakan terhadap efek negatif yang ditimbulkan. Berbagai penyimpangan remaja seperti tawuran, kekerasan, ataupun permusuhan dapat terjadi dari narsisme dan bullying dalam facebook sebagai salah satu media sosial. Untuk itulah sebaiknya mulai dari sekarang kita belajar secara mendasar dan memperhatikan bagaimana pengaruh facebook tersebut sebagai media sosial terhadap perkembangan mental remaja.
Sebelum membahas lebih lanjut, kita perlu tahu apa itu narsisme. Narsisme adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist). Narsisme ini dapat terjadi karena adanya penghargaan dari orang lain, hal tersebut membuat seseorang merasa bangga akan kelebihannya tersebut. Ia merasa memiliki suatu inner power yang kuat sehingga mampu membuat orang lian tertarik. Sebagai contoh, seorang anak yang meng-upload foto dirinya di facebook. Saat ada komentar-komentar manis dari orang-orang terdekatnya, “kamu cantik”, “imut fotonya” , atau “fotonya bagus banget” maka secara langsung pasti rasa senang dan bangga itu mucul dalam dirinya, ia merasa memiliki suatu daya tarik. Dan akibat jangka panjangnya, ia ingin selalu eksis dengan rasa narsis tersebut, agar selalu diperhatikan oleh orang-orang dunia maya.
Faktanya, remaja-remaja masa kini tak pernah mengenal tempat dalam mengeksiskan dirinya, dimanapun dan kapanpun mereka selalu ingin berfoto ataupun membuat video amatir untuk sekedar kesenangan pribadi. Kasus-kasus yang kerap kali terjadi, seorang anak remaja yang berjalan disekitar lalu lintas padat  namun sibuk mengeksiskan diri dengan gadjet-nya (BBM, facebook, dll) sehingga mengalami kecelakaan. Selain itu narsisme juga berdampak pada kondisi keluarga remaja, remaja  lebih banyak curhat isi perasaan yang terjadi pada dirinya kepada jejaring social ketimbang kepada orang tuanya. Rasa narsisme membuatnya lebih menyukai dunia maya ketimbang dunia nyata, dimana rasa penghargaan itu lebih nyata ia rasakan dalam dunia maya, ia bebas mengekspresikan dirinya didepan teman-temannya hanya dengan hal-hal seperti status, foto, ataupun video.
Namun terkadang rasa narsis itu ditunjukan secara negatif, dalam facebook tak jarang terlihat banyak gadis remaja yang memasang foto profil secara vulgar dengan menunjukan bagian-bagian badannya yang seharusnya tak diperlihatkan kepada umum. Menurut survei saya menemukan 5 orang yang memasang foto sedemikian rupa (dalam pertemanan dalam facebook saya), sehingga terdapat komentar-komentar senonoh dari teman dunia mayanya. Namun hal tersebut kerap ditanggapi dengan terbuka, inilah contoh rasa narsisme yang mengarah kepada hal negatif. Dimana rasa narsisme itulah yang justru membuat seseorang menjadi sangat terbuka dengan hal-hal pribadinya, walaupun ia tahu seharusnya hal tersebut dilarang, namun ia terlena dan bangga dengan merasa dipuji atau dihargai oleh orang lain.
Fakta lainnya adalah kasus seorang anak yang memasang foto dirinya yang terlihat sangat cantik dan mempesona. Kemudian ia berkenalan dengan seorang laki-laki yang mengaku adalah seorang photographer model, dan menyatakan tertarik akan dirinya. Karena menanganggap bahwa kelak ia dapat terkenal dengan profesi model maka ia menerima tawaran lelaki tersebut untuk bertemu. Apakah yang terjadi kemudian? Ternyata ia berujung menjadi model porno dan penari striptease. Inilah alasan mengapa rasa penghargaan diri itu seharusnya menjadi cerminan kita dalam berfikir dan bertindak, bukannya mnafsirkan bahwa kita adalah sosok yang menarik dan dapat membuat orang lain senang.
Sedangkan disisi lain, narsisme memiliki dapak positif terhadap perkembangan mental remaja. Mereka akan memilki rasa Virtual emphaty yang cukup besar di dunia maya kepada rekan-rekannya didalam jejaring social media yang mereka ikuti. Sekedar mengucapkan selamat ultah atau saling nasihati di kala mereka Galau. Rasa narsisme dapat merubah sifat tertutup ate malu-malu dan susah bergaul, menjadi belajar bersosialisasi bersembunyi dibalik Gadget mereka di dunia maya. Hal tersebut membuat mereka menjadi lebih percaya diri, karena adanya penghargaan yang mereka dapatkan.
Dalam aktivitas media sosial seperti facebook, selain narsisme kini juga dikenal satu hal lagi yaitu bullying. Apa itu bullying? Bullying dalam Bahasa Indonesia berarti gertakan, ancaman, atau gangguan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sering mendengar hal-hal tersebut, namun bagaimana halnya jika hal tersebut tejdi dalam facebook. Apakah dampak yang ditimbulkan juga sama dengan yang terjadi dalam dunia nyata? Tentunya pasti ada perbedaannya, pertama kita harus tahu bagaimana bullying tersebut dapat terjadi. Contoh riil, seorang anak yang membuat status tetang dirinya yang menyatakan rasa tidak sukanya kepada seseorang. Namun, hal tersebut dikomentari negatif oleh teman-teman dunia mayanya, seperti “berani-beraninya lo”, “awas lo”, macam-macam sama gue” atau kini bully dapat pula berarti ejekan atau merendahkan seperti “lo gak pantes disini”, “gue jailin lo besok”. Hal tersebut tentunya akan menjatuhkan mental anak tersebut. Timbulnya perasaan takut atau khawatir akan dikerjai dalam pergaulannya.
Berhubung bullying tersebut berada dalam media sosial seperti facebook, maka tidak menutup kemungkinan bahwa anak tersebut akan mendapat masalah yang lebih parah. Seperti di-uploadnya foto atau video saat dia dibullying atau dikerjai dalam dunia nyata, atau status-status balasan dari teman-temannya tersebut. Walaupun dalam kronologisnya anak tersebut tak memulai, dalam arti ia tak membuat status tantangan apapun terlebih dahulu, atau dalam kata lain ia tak memulai permasalahan tersebut, bullying dari teman-temannya dapat saja terjadi terlebih dahulu. Sekarang tergantung dari karakter anak tersebut yang akan memberi respon terhadap bullying ini. Ada anak yang akan membalas sehingga menimbulkan perpecahan yang dapat berujung pada tawuran, ada pula yang akan takut sehingga tidak berani keluar sendiri dan mengurung diri dikamar, atau bersifat cuek dengan tidak menghiraukan bullying tersebut.
Bukan hanya itu, faktanya bullying dalam facebook juga dapat terjadi karena perdebatan akan suatu permasalahan yang sedang marak. Seperti kasus bentrok antar kampong yang terjadi di Lampung, mereka saling membela dan menjatuhkan, saling mengejek dan merendahkan, jika hal tersebut saling ditanggapi secara berlebih, maka penyimpangan seperti tawuran pun dapat terjadi karena hal tersebut mengacu pada perdebatan akan etnis yang berbeda.
Dampak negatif bullying terhadap mental remaja seperti yang saya ungkapkan diatas antara lain adalah mengurangi rasa percaya diri, salah tafsir yang dapat berujung pada masalah yang lebih besar, lebih mudah terjangkit rasa cemas berlebihan, depresi dan kelainan psikologis. Namun dampak yang terjadi tergantung dari cara remaja tersebut menanggapi, jika secara positif remaja dapat menanggapinya sebagai alat introspeksi diri, ataupun sebagai pembelajaran untuk kedepannya.
Dari dua hal diatas yaitu narsisme dan bullying dalam facebook, dapat disimpulkan bahwa korelasi kedua hal tersebut juga dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku remaja dalam kehidupannya. Bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, menghargai orang lain ataupun diri mereka sendiri, dan menentukan diri dalam bersikap dalam pergaulan. Narsisme dapat menyebabkan percaya diri meningkat, namun bullying sebaliknya, dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang. Jika seseorang sedang di bully oleh temannya, hal yang dapat ia lakukan untuk tetap merasa percaya diri adalah dengan narsis, sekalipun orang lain mencela, mengancam atau menggertak, selagi anak tersebut masih memiliki rasa penghargaan diri, ia takkan merasa takut. Menurut survey saya terhadap kasus bully yang terjadi di facebook seperti diatas, anak remaja yang terbilang narsis selalu berani membela dirinya dari hal-hal bullying teman-temannya, bahkan sebagian besar tak menghiraukan kata-kata bullying tersebut. Mereka merasa masih memiliki teman yang lebih menghargai mereka, jadi apa gunanya jika hanya menghiraukan komentar negatif sebagian kecil orang.

Untuk itu perlunya peran secara langsung maupun tidak dari berbagai pihak seperti orang tua dan sekolah agar tak terjadi penyimpangan dari dampak negatif narsisme dan bullying seperti diatas. Orang tua seharusnya memberikan batasan-batasan kepada anak mereka dalam menjelajah dunia maya, Seperti batasan waktu, selain itu terlalu sering menggunakan internet juga dapat menambah jumlah pengeluaran karena harus mmembeli pulsa sebagai pembayaran. Latihlah sang remaja untuk terbiasa berbicara didepan umum, mencari teman dilingkungan dan keluar dari cangkangnya, sehingga sosialisasi dapat ia lakukan secara nyata dalam kehidupan sosial. Kenalkan ia dengan budaya lokal, karena hal tersebut dapat menambah wawasannya akan lingkungannya juga memberinya sebuah kegiatan baru dalam mengekspresikan diri, sehingga rasa narsisme yang dimilikinya dapat di implikasikan dalam media yang lebih nyata. Tentunya ajaran agama yang mengajarkan untuk tidak menghina, mengancam, ataupun merendahkan orang lain sudah tak jarang dimata kita, maka dari itu aplikasi dari sang remaja juga penting diajarkan oleh orang tua ataupun sekolah untuk menghindarkan mereka dari tindakan bullying.
Selain itu orang tua ataupun sekolah sebagai mediator pendidikan bagi remaja juga perlu tahu mengenai perkembangan teknologi masa kini, mungkin beberapa orang tua masih gaptek (gagap teknologi) sehingga tidak mengerti apa-apa saja hal yang mungkin dikerjakan anak mereka lewat media sosial. Dengan mengetahui hal tersebut maka orang tua jadi lebih terarah dalam mengambil tindakan saat remaja melakukan kesalahan atau penyimpangan, dan juga ikut mengawasi aktivirtas dunia maya anak mereka.
Berbagai masalah multidimensi yang terjadi diikuti dengan berbagai kasus-kasus nyata bahwa ekspresi diri seperti narsisme ataupun hal-hal yang berkaitan dengan bullying menunjukan kepada kita bahwa dunia sekarang telah jauh berkembang dibandingkan dahulu. Diikuti dengan pemerosotan moral anak bangsa kini, mnambah rumit masalah yang harus dipecahkan oleh penerus bangsa. Hal-hal tersebut pasti memiliki dampak positif dan negatif dalam kehidupan dan perkembangan pola pikir remaja, sekarang sebagai orang tua ataupun sekolah yang seharusnya memberikan arahan untuk membantu mereka menemukan cara bagaimana harusnya menanggapi hal-hal diatas agar dapat bermanfaat dengan kehidupan mereka kedepannya.
  




                

1 komentar: