BAB I
PENDAHULUAN
Secara
genomik, perbedaan morfologis pada manusia disebabkan oleh gen-gen yang
bertanggung jawab terhadap perbedaan fenotip.Contohnya warna rambut, warna
kulit, ataupun warna mata.Perbedaan warna kulit timbul karena diferensiasi
ekspresi gen, dimana hal ini dipengaruhi oleh adaptasi terhadap sinar matahari.
Terdapatnya variasi gen maupun allele pada
setiap manusia disebabkan perubahan susunan basa DNA seperti terjadinya delesi
pada salah satu kromosomnya. Pengaruh genom dan berbagai variasi ekspresi gen
yang ditimbulkan menunjukkan besarnya tingkat diversitas.
Gen
dan protein memegang peran penting dalam berlangsungnya respon tubuh terhadap
obat. Ilmu yang mempelajari mengenai respon obat dan kaitannya dengan genetik setiap
individu disebut farmakogenomik. DNA dan gen yang diturunkan dapat mengalami
proses mutasi dan seleksi. Meningkatnya variasi genetik disebabkan oleh
tingginya mutasi dan seleksi dari genom tersebut.
Berbagai
faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil pengobatan dan toksisitas obat seperti
kelainan bawaan dan variasi gen (polimorfisme). Variasi genetik dapat
mempengaruhi respon obat pada setiap individu. Hal ini disebabkan oleh variasi
gen terhadap gen yang menyandi protein (enzim) yang berfungsi untuk metabolisme
atau sebagai target kerja obat.
Varian
DNA yang saat ini digunakan sebagai marker adalah Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs) yang merupakan penanda utama
pada variasi genom manusia.SNP tentu saja dapat berdampak pada sintesis
protein. Dalam gen manusia kurang lebih 3 juta SNP yang berpengaruh pada farmakogenomik
obat dan jumlah yang cukup besar pada target obat. Baik berupa reseptor atau
enzim merupakan struktur target obat yang dapat diidentifikasi sesuai dengan
aktivitas farmakologinya.
Betapa
pentingnya mengetahui hubungan repon obat dengan variasi gen manusia untuk
indentifikasi target kerja obat secara molekuler sehingga dapat digunakan dalam
pengembangan terapi obat berdasarkan pendekatan genetik.(1)
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Farmakogenomik
Farmakogenomik merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang
pengaruh faktor genetik terhadap respon suatu obat dalam tubuh yang dapat
diartikan pula sebagai ilmu yang mengidentifikasi interaksi antara obat dan gen
individual. Konsep Farmakogenomik didasarkan atas terjadinya perbedaan respon
tiap individu bila mengkonsumsi suatu obat yang ditinjau dari variasi
genetiknya.Farmakogenomik berakar dari farmakogenetik yang mencakup studi
mengenai keseluruhan genom manusia, sementara genetik merupakan studi mengenai
gen individual. Farmakogenomik mengamati respon obat terhadap keseluruhan
genom, sedangkan farmakogenetik mengidentifikasi interaksi antara obat
dan gen individual. Farmakogenemik mencari korelasi yang belum terungkap antara
pola-pola genom dengan manifestasi klinis.(3)
Polimorfisme genetik adalah adanya variasi genetik yang
menyebabkan perbedaan aktivitas dan kapasitas suatu enzim dalam menjalankan
fungsinya. Adanya perbedaan ekspresi genetik antara tiap individu akan dapat
memberikan respon yang berbeda berhubungan dengan perbedaan nasib obat dalam
tubuh terutama dari aspek metabolisme tubuh. Proses metabolisme terjadi oleh
adanya bantuan enzim. Enzim merupakan suatu protein yang merupakan hasil dari
ekskresi genetik ( sintesis protein). Kapasitas enzim yang dihasilkan tiap
individu berbeda-beda yang memacu terjadinya perbedaan respon tubuh terhadap
terhadap pemakaian obat yang sama.(5)
2.2 Hubungan Variasi Gen dengan Metabolisme Obat
Metabolisme obat dikenal juga sebagai biotransformasi obat,
yaitu bertujuan untuk membuat xenobiotik lebih hidrofilik sehingga secara
efisien dapat dieliminasi oleh ginjal. Banyak metabolit tidak aktif diubah
secara kimia dengan cara mengubah bentuk dan muatan obat sehingga tidak dapat
lagi mengikat reseptor atau memberikan efek pada fungsi reseptor. Dalam
beberapa kasus metabolit yang mempertahankan efek farmakologisnya merupakan
metabolit aktif.Adapula obat induk farmakologis yang tidak aktif dan
membutuhkan metabolisme untuk menimbulkan efek farmakologis.Obat jenis ini
merupakan sebuah prodrug. Pada
metabolisme obat yang melibatkan sitokromP450,
dimana obat dapat dapat dihambat oleh apapun. Beberapa enzim metabolisme obat
bersifat polimorfik, memiliki lebih dari satu varian gen. Salah satu contoh
adalah dalam pengobatan dengan isoniazid. Terdapat perbedaan respon dari
beberapa individu akibat perbedaan dalam kecepatan proses asetilasi terhadap
obat tersebut.
Contohnya adalah isoniazid yang merupakan obat yang digunakan
sebagai antituberkolosis.Ada perbedaan kemampuan asetilasi dari masing-masing
individu berdasarkan variasi genetiknya yang mempunyai tipe asetilator cepat
dan asetilator lambat. Pada isoniazid, terdapat perbedaan respon dari beberapa
individu berupa perbedaan dalam kecepatan proses asetilasinya terhadap obat
tersebut. Individu yang tergolong dalam asetilator lambat disebabkan aktivitas
enzim N- acetyltransferase -nya sangat
lambat. Perbedaan tersebut ternyata disebabkan oleh adanya variasi genetik dari
gen yang menyandi ekspresi dari enzim N-acetyltransferase.
Bagi individu yang mempunyai kelainan yang disebabkan oleh autosomal recessive allele, berupa variasi polimorfik maka
aktivitas enzim N-acetyltransferase
menjadi lambat.Aktivitas enzim N-
acetyltransferase ini sangat bervariasi untuk setiap suku atau ras.Untuk
individu yang memiliki tipe asetilator cepat, memiliki enzim N- acetyltransferase yang jauh lebih besar
daripada individu yang memiliki tipe asetilator lambat.Dengan demikian, maka
kemampuan memetabolisme isoniazid menjadi bentuk tidak aktif yang sangat
cepat.Oleh karena itu, maka individu tipe asetilator cepat, memerlukan dosis
pengobatan yang lebih besar. Sebaliknya, pada asetilator lambat harus
diperhatikan kemungkinan peningkatan efek toksik.(1)
2.3 Hubungan Variasi Gen dengan Target Kerja Obat
Struktur
target kerja obat merupakan suatu protein baik berupa reseptor atau enzim
ataupun DNA yang dapat ditentukan dan dapat diidentifikasi menggunakan
perangkat bioinformatif atau aktivitas farmakologiknya target kerja obat yang
baik merupakan target yang dapat atau mampu menyeleksi beberapa calon molekul
obat yang secara aktif dapat berinteraksi dengan target. Adapun pembagian
target kerja obat yaitu identifikasi target, karakterisasi target, dan
validitas target.
Adapun
contoh hubungan variasi gen dengan target kerja obat yaitu pada warian dari allele enzim thiopurine metil transfer(TPMT) yang erat kaitannya dengan
terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan (adverse drug reactions, ADR ). Farian dari target obat lain yaitu
enzim 5 lipoxigenase yang erat hubungannya dengan fenotif penyakit asma serta
dapat mempengaruhi respon pengobatan. Varian dari gen apolipoprotein E erat
kaitannya dengan inhibisi terhadap enzim kolinesterase pada penderita
Alzheimer.
Contoh
lain adalah pada perbedaan respon penggunaan warfarin sebagai antikoagulan.
Respon terhadap warfarin sangat bervariasi antar individu penggunaan warfarin
yang tidak tepat dosis sering kali penyebabkan pendarahan serius. Perbedaan
respon terhadap warfarin yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 yaitu
CYP2C9, CYP3A5, sangat tergantung pada peran P-glikoprotein yang ekspresinya
disandi oleh gen adenosine
triphosphate-binding cassette, ABCB1 atau juga disebut dengan multi drug resisten gen 1, MDR 1.
Variasi
genetik dari gen ABCB1 yang dianalisis dengan teknik minisequencing terhadap penderita, menunjukkan bahwa peilihan dosis
yang tepat untuk masing-masing varian genetik sangat penting untuk mendapatkan
respon obat yang diinginkan. Efek warfarin dapat dibalikkan dengan vitamin K,
atau ketika cepat pembalikan yang diperlukan (seperti dalam kasus pendarahan
parah), dengan prothrombin kompleks yang berisi faktor-faktor yang dihambat
oleh warfarin atau segar plasma yang beku (tergantung pada indikasi klinis)
selain dengan suntikan vitamin K. Dalam farmakogenomik, aktivitas warfarin
ditentukan oleh faktor-faktor genetik.
Respon
penggunaan 5-fluorouracil (5-FU) sebagai kemoterapi untuk kanker kolon ternyata
sangat bervariasi.Target enzim 5-FU ini adalah timidilat sintetase. Perbedaan
respon ini berkaitan erat dengan adanya polimorfisme gen yang bertanggung jawab
terhadap ekspresi enzim timidilat sintetase (TS). Enzim ini sangat penting
dalam sintesis DNA yaitu merubah deoksiuridilat menjadi deoksitimidilat.
Diketahui bahwa sekuen promoter dari gen timidilat sintase bervariasi pada
setiap individu. Ekspresi yang rendah dari mRNA TS berhubungan dengan
meningkatnya kemungkinan sembuh dari penderita kaker yang diobati dengan
5-FU.Sedangkan penderita yang memiliki ekspresi mRNS TS tinggi ternyata tidak
memperlihatkan respon pengobatan dengan kemoterapi ini.
Hasil
penelitian serupa ditunjukkan pula pada uji klinik penggunaan 5-FU ini terhadap
penderita kanker lambung. Genotif dari gen TYMS, yang menyandi ekspresi enzim
timidilat sintase, ditentukan dengan mengamplifikasi gen atau DNA dengan teknik
PCR yang diisolasi dari 90 penderita kanker kolon yang mendapatkan pengobatan
5-FU. Hasilnya menunjukkan bahwa gen TYMS ternyata bersifat polimorfisme,
mempunyai double (2R) atau triple (3R) tandem repeats pada 28-bp
promoter gen, dan terdapat variasi 6-bp pada 3’-untranslated region (3’-UTR). Hasil ini menunjukkan betapa
pentingnya melakukan pemetaan genotipe dari gen TYMS dari penderita kanker yang
akan diobati dengan 5-FU. Hal ini diperlukan untuk memprediksi respon obat dan
efek toksik yang tidak diinginkan akibat penggunaan 5-FU.(1)
BAB
III
PENUTUP
Variasi
genetik mempengaruhi respon individu terhadap obat yang diberikan. Halini dapat
terjadi karena variasi genetik terjadi pada gen yang mengkode enzim yang
memetabolisme obat atau pada gen yang mengkode target kerja obat. Target kerja
obat dapat berupa enzim, reseptor, dan transporter.Oleh karena itu pengetahuan
tentang variasi genetik penting dalam memprediksi respon obat dan efek yang
tidak diinginkan akibat pengaruh obat.
Faktor genetik mempengaruhi lingkaran hitam pada mata
BalasHapusg ad dapusnya kah
BalasHapus