Minggu, 13 November 2016

Peran Faktor Genetik dengan Variasi Respon Obat

BAB I
PENDAHULUAN
Secara genomik, perbedaan morfologis pada manusia disebabkan oleh gen-gen yang bertanggung jawab terhadap perbedaan fenotip.Contohnya warna rambut, warna kulit, ataupun warna mata.Perbedaan warna kulit timbul karena diferensiasi ekspresi gen, dimana hal ini dipengaruhi oleh adaptasi terhadap sinar matahari. Terdapatnya variasi gen maupun allele pada setiap manusia disebabkan perubahan susunan basa DNA seperti terjadinya delesi pada salah satu kromosomnya. Pengaruh genom dan berbagai variasi ekspresi gen yang ditimbulkan menunjukkan besarnya tingkat diversitas.
Gen dan protein memegang peran penting dalam berlangsungnya respon tubuh terhadap obat. Ilmu yang mempelajari mengenai respon obat dan kaitannya dengan genetik setiap individu disebut farmakogenomik. DNA dan gen yang diturunkan dapat mengalami proses mutasi dan seleksi. Meningkatnya variasi genetik disebabkan oleh tingginya mutasi dan seleksi dari genom tersebut.
Berbagai faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil pengobatan dan toksisitas obat seperti kelainan bawaan dan variasi gen (polimorfisme). Variasi genetik dapat mempengaruhi respon obat pada setiap individu. Hal ini disebabkan oleh variasi gen terhadap gen yang menyandi protein (enzim) yang berfungsi untuk metabolisme atau sebagai target kerja obat.

Varian DNA yang saat ini digunakan sebagai marker adalah Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs) yang merupakan penanda utama pada variasi genom manusia.SNP tentu saja dapat berdampak pada sintesis protein. Dalam gen manusia kurang lebih 3 juta SNP yang berpengaruh pada farmakogenomik obat dan jumlah yang cukup besar pada target obat. Baik berupa reseptor atau enzim merupakan struktur target obat yang dapat diidentifikasi sesuai dengan aktivitas farmakologinya.
Betapa pentingnya mengetahui hubungan repon obat dengan variasi gen manusia untuk indentifikasi target kerja obat secara molekuler sehingga dapat digunakan dalam pengembangan terapi obat berdasarkan pendekatan genetik.(1)




















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Farmakogenomik
Farmakogenomik merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang pengaruh faktor genetik terhadap respon suatu obat dalam tubuh yang dapat diartikan pula sebagai ilmu yang mengidentifikasi interaksi antara obat dan gen individual. Konsep Farmakogenomik didasarkan atas terjadinya perbedaan respon tiap individu bila mengkonsumsi suatu obat yang ditinjau dari variasi genetiknya.Farmakogenomik berakar dari farmakogenetik yang mencakup studi mengenai keseluruhan genom manusia, sementara genetik merupakan studi mengenai gen individual. Farmakogenomik mengamati respon obat terhadap keseluruhan genom, sedangkan  farmakogenetik mengidentifikasi interaksi antara obat dan gen individual. Farmakogenemik mencari korelasi yang belum terungkap antara pola-pola genom dengan manifestasi klinis.(3)
Polimorfisme genetik adalah adanya variasi genetik yang menyebabkan perbedaan aktivitas dan kapasitas suatu enzim dalam menjalankan fungsinya. Adanya perbedaan ekspresi genetik antara tiap individu akan dapat memberikan respon yang berbeda berhubungan dengan perbedaan nasib obat dalam tubuh terutama dari aspek metabolisme tubuh. Proses metabolisme terjadi oleh adanya bantuan enzim. Enzim merupakan suatu protein yang merupakan hasil dari ekskresi genetik ( sintesis protein). Kapasitas enzim yang dihasilkan tiap individu berbeda-beda yang memacu terjadinya perbedaan respon tubuh terhadap terhadap pemakaian obat yang sama.(5)
2.2  Hubungan Variasi Gen dengan Metabolisme Obat
Metabolisme obat dikenal juga sebagai biotransformasi obat, yaitu bertujuan untuk membuat xenobiotik lebih hidrofilik sehingga secara efisien dapat dieliminasi oleh ginjal. Banyak metabolit tidak aktif diubah secara kimia dengan cara mengubah bentuk dan muatan obat sehingga tidak dapat lagi mengikat reseptor atau memberikan efek pada fungsi reseptor. Dalam beberapa kasus metabolit yang mempertahankan efek farmakologisnya merupakan metabolit aktif.Adapula obat induk farmakologis yang tidak aktif dan membutuhkan metabolisme untuk menimbulkan efek farmakologis.Obat jenis ini merupakan   sebuah prodrug. Pada metabolisme obat yang melibatkan  sitokromP450, dimana obat dapat dapat dihambat oleh apapun. Beberapa enzim metabolisme obat bersifat polimorfik, memiliki lebih dari satu varian gen. Salah satu contoh adalah dalam pengobatan dengan isoniazid. Terdapat perbedaan respon dari beberapa individu akibat perbedaan dalam kecepatan proses asetilasi terhadap obat tersebut.
Contohnya adalah isoniazid yang merupakan obat yang digunakan sebagai antituberkolosis.Ada perbedaan kemampuan asetilasi dari masing-masing individu berdasarkan variasi genetiknya yang mempunyai tipe asetilator cepat dan asetilator lambat. Pada isoniazid, terdapat perbedaan respon dari beberapa individu berupa perbedaan dalam kecepatan proses asetilasinya terhadap obat tersebut. Individu yang tergolong dalam asetilator lambat disebabkan aktivitas enzim N- acetyltransferase -nya sangat lambat. Perbedaan tersebut ternyata disebabkan oleh adanya variasi genetik dari gen yang menyandi ekspresi dari enzim N-acetyltransferase. Bagi individu yang mempunyai kelainan yang disebabkan oleh autosomal recessive allele, berupa variasi polimorfik maka aktivitas enzim N-acetyltransferase menjadi lambat.Aktivitas enzim N- acetyltransferase ini sangat bervariasi untuk setiap suku atau ras.Untuk individu yang memiliki tipe asetilator cepat, memiliki enzim N- acetyltransferase yang jauh lebih besar daripada individu yang memiliki tipe asetilator lambat.Dengan demikian, maka kemampuan memetabolisme isoniazid menjadi bentuk tidak aktif yang sangat cepat.Oleh karena itu, maka individu tipe asetilator cepat, memerlukan dosis pengobatan yang lebih besar. Sebaliknya, pada asetilator lambat harus diperhatikan kemungkinan peningkatan efek toksik.(1)
2.3  Hubungan Variasi Gen dengan Target Kerja Obat
Struktur target kerja obat merupakan suatu protein baik berupa reseptor atau enzim ataupun DNA yang dapat ditentukan dan dapat diidentifikasi menggunakan perangkat bioinformatif atau aktivitas farmakologiknya target kerja obat yang baik merupakan target yang dapat atau mampu menyeleksi beberapa calon molekul obat yang secara aktif dapat berinteraksi dengan target. Adapun pembagian target kerja obat yaitu identifikasi target, karakterisasi target, dan validitas target.
Adapun contoh hubungan variasi gen dengan target kerja obat yaitu pada warian dari allele enzim thiopurine metil transfer(TPMT) yang erat kaitannya dengan terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan (adverse drug reactions, ADR ). Farian dari target obat lain yaitu enzim 5 lipoxigenase yang erat hubungannya dengan fenotif penyakit asma serta dapat mempengaruhi respon pengobatan. Varian dari gen apolipoprotein E erat kaitannya dengan inhibisi terhadap enzim kolinesterase pada penderita Alzheimer.
Contoh lain adalah pada perbedaan respon penggunaan warfarin sebagai antikoagulan. Respon terhadap warfarin sangat bervariasi antar individu penggunaan warfarin yang tidak tepat dosis sering kali penyebabkan pendarahan serius. Perbedaan respon terhadap warfarin yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 yaitu CYP2C9, CYP3A5, sangat tergantung pada peran P-glikoprotein yang ekspresinya disandi oleh gen adenosine triphosphate-binding cassette, ABCB1 atau juga disebut dengan multi drug resisten gen 1, MDR 1.
Variasi genetik dari gen ABCB1 yang dianalisis dengan teknik minisequencing terhadap penderita, menunjukkan bahwa peilihan dosis yang tepat untuk masing-masing varian genetik sangat penting untuk mendapatkan respon obat yang diinginkan. Efek warfarin dapat dibalikkan dengan vitamin K, atau ketika cepat pembalikan yang diperlukan (seperti dalam kasus pendarahan parah), dengan prothrombin kompleks yang berisi faktor-faktor yang dihambat oleh warfarin atau segar plasma yang beku (tergantung pada indikasi klinis) selain dengan suntikan vitamin K. Dalam farmakogenomik, aktivitas warfarin ditentukan oleh faktor-faktor genetik.
Respon penggunaan 5-fluorouracil (5-FU) sebagai kemoterapi untuk kanker kolon ternyata sangat bervariasi.Target enzim 5-FU ini adalah timidilat sintetase. Perbedaan respon ini berkaitan erat dengan adanya polimorfisme gen yang bertanggung jawab terhadap ekspresi enzim timidilat sintetase (TS). Enzim ini sangat penting dalam sintesis DNA yaitu merubah deoksiuridilat menjadi deoksitimidilat. Diketahui bahwa sekuen promoter dari gen timidilat sintase bervariasi pada setiap individu. Ekspresi yang rendah dari mRNA TS berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan sembuh dari penderita kaker yang diobati dengan 5-FU.Sedangkan penderita yang memiliki ekspresi mRNS TS tinggi ternyata tidak memperlihatkan respon pengobatan dengan kemoterapi ini.
Hasil penelitian serupa ditunjukkan pula pada uji klinik penggunaan 5-FU ini terhadap penderita kanker lambung. Genotif dari gen TYMS, yang menyandi ekspresi enzim timidilat sintase, ditentukan dengan mengamplifikasi gen atau DNA dengan teknik PCR yang diisolasi dari 90 penderita kanker kolon yang mendapatkan pengobatan 5-FU. Hasilnya menunjukkan bahwa gen TYMS ternyata bersifat polimorfisme, mempunyai double (2R) atau triple (3R) tandem repeats pada 28-bp promoter gen, dan terdapat variasi 6-bp pada 3’-untranslated region (3’-UTR). Hasil ini menunjukkan betapa pentingnya melakukan pemetaan genotipe dari gen TYMS dari penderita kanker yang akan diobati dengan 5-FU. Hal ini diperlukan untuk memprediksi respon obat dan efek toksik yang tidak diinginkan akibat penggunaan 5-FU.(1)









BAB III
PENUTUP

Variasi genetik mempengaruhi respon individu terhadap obat yang diberikan. Halini dapat terjadi karena variasi genetik terjadi pada gen yang mengkode enzim yang memetabolisme obat atau pada gen yang mengkode target kerja obat. Target kerja obat dapat berupa enzim, reseptor, dan transporter.Oleh karena itu pengetahuan tentang variasi genetik penting dalam memprediksi respon obat dan efek yang tidak diinginkan akibat pengaruh obat.

2 komentar: