BAB
I
PENDAHULUAN
Di
antara semua gangguan kepribadian antisosial, psikopatik merupakan salah satu
gangguan kepribadian yang dapat mendasari tindakan kejahatan serius. Menurut
Hare (2006) psikopatik adalah kepribadian yang ditandai dengan daya tarik dan
emosi yang dangkal, kurangnya rasa empati dan perasaan bersalah, kurangnya
memberikan respon terhadap suatu impuls, penuh dengan kebohongan, dan memiliki
sifat antisosial yang menetap. Psikopat kurang memiliki hati nurani dan
perasaan terhadap orang lain. Mereka mengambil apa yang mereka inginkan dan
melakukan apa yang mereka harapkan, melanggar norma sosial dan berekspektasi
terhadap sesuatu tanpa adanya rasa menyesal atau bersalah.1
Psikopat dapat berasal dari segala lapisan
masyarakat tidak memandang kelas sosial, ekonomi dan pendidikan. Perilaku dissocial mereka seperti narsistik, unemotional, impulsif dan kompulsif
sangat mudah dilihat. Psikopat memiliki pertahanan diri yang baik dan biasanya
melimpahkan segala kesalahan yang mereka buat ke orang lain.2 Porter
(1996) menyatakan bahwa psikopatik dibagi menjadi psikopatik primer dan
sekunder. Psikopatik primer terjadi akibat adanya defisit kongenital sedangkan
psikopatik sekunder terjadi akibat pelepasan emosi yang merupakan hasil dari
trauma masa kecil dan gangguan afek yang didapat. Sementara itu Blackburn et.al
(2009) membagi psikopatik menjadi dua subtipe yakni psikopatik sekunder dan
psikopatik yang terhalang, di mana keduanya berkaitan dengan tingkat kecemasan
dan penolakan yang tinggi.3
Angka kejadian psikopat
sekitar 1-2% dari seluruh populasi manusia, namun mereka turut berkontribusi
terhadap 30% tindak kejahatan.1 Banyak faktor yang dicurigai dapat
menyebabkan kepribadian psikopatik, di antaranya faktor trauma masa kecil,
adanya gangguan neurofisiologi, faktor sosial dan pola asuh orang tua. Banyaknya
faktor yang menyebabkan munculnya kepribadian psikopatik melatarbelakangi penulis untuk melakukan clinical review mengenai etiologi gangguan psikopat secara lebih
spesifik.
BAB II
ISI
2.1 Definisi Kepribadian Psikopatik
Menurut Hare (2006) psikopatik adalah kepribadian
yang ditandai dengan daya tarik dan emosi yang dangkal, kurangnya rasa empati
dan perasaan bersalah, kurangnya memberikan respon terhadap suatu impuls, penuh
dengan kebohongan, dan memiliki sifat antisosial yang menetap. Psikopat kurang
memiliki hati nurani dan perasaan terhadap orang lain. Mereka mengambil apa
yang mereka inginkan dan melakukan apa yang mereka harapkan, melanggar norma
sosial dan berekspektasi terhadap sesuatu tanpa adanya rasa menyesal atau
bersalah.1
Gangguan kepribadian psikopatik sering disamakan
dengan istilah Gangguan Kepribadian Antisosial (Antisocial Personality Disorder). Kepribadian antisosial adalah
ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial yang biasanya
berpengaruh pada banyak aspek keremajaan seseorang dan perilaku dewasa.
Walaupun dikarakteristikan oleh perilaku antisosial yang berkelanjutan atau
perilaku kriminal, gangguan ini tidak bermakna sama dengan kriminalitas.4
2.2 Kriteria Diagnosis Kepribadian Psikopatik
2.2.1 The Hare Psychopathy Checklist (PCL)
Walaupun terdapat beberapa perdebatan mengenai cara mendiagnosis
dan mengklasifikasikan psikopatologi pada kepribadian psikopatik, Hare
Psychopathy Checklist (PCL) akhirnya paling banyak digunakan, termasuk untuk
para individu yang berada di penjara ataupun rumah sakit jiwa. Analisis PCL ini mengukur
dan mengidentifikasi empat area yang saling berhubungan yakni interpersonal,
afektif, gaya hidup, dan antisosial. Hare Psychopathy Checklist-Revised terdiri
dari 20 pertanyaan yang memiliki bobot nilai 0 sampai 2. Nilai total
mengindikasikan derajat psikopatik seseorang, di mana nilai > 30
memerlukan tes diagnosis manual lainnya.5
Checklist dalam bentuk skining (PCL-SV) kemudian dikembangkan
oleh MacArthur sebagai alat skrining untuk psikopatik dan terdiri dari 12 item
PCL-R yang tidak mengandalkan pengetahuan untuk penilaian. Total nilai >
20 mengindikasikan bahwa seseorang memiliki kepribadian psikopatik Bentuk lain
checklist ini adalah PCL-YV yang digunakan sebagai skrining pada remaja. Checklist
ini juga terdiri dari 20 pertanyaan, namun tidak memiliki nilai batasan untuk
mendiagnosis, karena gangguan kepribadian tidak dapat dipercaya bila
terdiagnosis pada masa remaja.5
2.2.2 Menurut PPDGJ III
F60.2 Gangguan Kepribadian Dissosial
Gangguan kepribadian
ini biasanya menjadi perhatian disebabkan adanya perbedaan yang besar antara
perilaku dan norma sosial yang berlaku, dan ditandai oleh:6
a) bersikap tidak peduli
dengan perasaan orang lain;
b) sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus-menerus (persistent), serta tidak peduli
terhadap norma, peraturan, dan kewajiban sosial.
c) tidak mampu memelihara
suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk
mengembangkannya.
d) toleransi terhadap
frustasi sangat rendah dan amabang yang rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan;
e) tidak mampu mengalami
rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya dari hukuman;
f) sangat cenderung
menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk
perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat.
·
Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.
2.2.3 Menurut DSM-5
301.7 Gangguan
Kepribadian Antisosial (Antisocial
Personality Disorder)
A.
Pola Pervasif dari sikap tidak dipedulikan dan kekerasan hak
orang lain, terjadi sejak usia 15 tahun dan diindikasikan oleh 3 atau lebih
dari kriteria berikut ini :7
1)
Gagal untuk menyesuaikan diri pada norma sosial dengan
kepedulian pada perilaku taat hukum, diindikasikan oleh berulangnya melakukan
sesuatu yang berakhir pada penahanan.
2)
Kebohongan, diindikasikan oleh kebohongan yang berulang,
penggunaan nama lain (alias) menipu orang lain untuk kepentingan pribadi
ataupun kesenangan.
3)
Impulsivitas atau gagal untuk merencanakan sesuatu kedepan.
4)
Iritabilitas dan agresif, diindikasikan oleh perkelahian dan
penyerangan yang berulang.
5)
Tidak peduli pada keamanan diri sendiri ataupun orang lain
6)
Tidak bertanggungjawab, diindikasikan oleh kesalahan yang
berulang pada pekerjaan atau kewajiban financial.
7)
Kurangnya rasa menyesal diindikasikan oleh kelalaian atau
rasionalisasi untukmenyakiti, menganiaya atau mencuri dari orang lain
B.
Individu paling tidak berusia 18 tahun
C.
Ada bukti gangguang tingkah laku, dengan onset sebelum usia
15 tahun
D.
Kejadian dari perilaku antisosial tidak semata-mata selama
gejala dari Skizoprenia tau Bipolar
2.3 Etiologi Kepribadian Psikopatik
2.3.1 Hubungan Kepribadian Psikopatik dengan Riwayat Trauma
Masa
Kecil
Seseorang dapat menderita psikopat
salah satunya karena faktor trauma masa kecil.3,8 Seseorang bisa
berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk sebab ada hal pemicu dari perubahan
yang mereka lakukan, seperti pengalaman buruk dimasa lalu dan siksaan secara
emosional oleh anggota keluarganya.3 Orang dengan kepribadian
psikopatik memiliki latar belakang masa kecil yang tak memberi peluang untuk
perkembangan emosinya secara optimal. Anak-anak salah asuh ini akan tumbuh
menjadi orang-orang yang tak bisa berempati dan tak memiliki kata hati. Apabila
seseorang memiliki trauma seperti kekerasan fisik atau mengalami pelecahan maka
seseorang itu akan tumbuh dengan penuh kebencian bukan dengan rasa cinta dan
hormat.8
Kasus pelecehan seksual, kekerasan pada anak akan berpeluang menjadikan
anak tersebut sebagai pelaku kejahatan seksual dan kekerasan di masa depan. Hal
ini merupakan tanda perkembangan dari pelaku psikopatik.9 Setelah
seseorang mengalami penyiksaan pada masa kecil maka pada saat dewasa seseorang
akan melakukan penyiksaan pada orang lain sebagai cara untuk membalas dendam.
Orang dengan psikopatik merasakan kenikmatan dengan cara menyiksa bahkan
membunuh korbannya. Craparo, et al (2013) menjelaskan bahwa orang yang
mengalami kekerasan atau trauma masa kecil pada usia kurang dari 10 tahun,
yaitu saat tamat sekolah dasar akan mengalami gangguan psikopatik yang berat.3
2.3.2 Hubungan Kepribadian Psikopatik dengan Neurofisiologi
Kemajuan pada neuroimaging otak akhir-akhir ini
mendukung teori mengenai psikopatik yang dipengaruhi oleh disfungsi fisiologi
dan anatomi otak. Indikasi adanya malfungsi otak menjadi dasar dari kelainan
perilaku mereka, dalam kata lain mereka dapat disebut sebagai seseorang yang
“sakit”. Temuan neuroimaging dapat menjelaskan mengenai perilaku mereka.
Defisit dari perfusi glukosa dalam sistem limbik fronto-temporal pada Positron Emitted Tomography (PET) dan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI)
mengungkap materi abu yang tipis, khususnya pada lobus fronto-temporal. Fungsi
dari lobus frontal adalah untuk membatasi laju impuls. Dengan demikian seorang
psikopat terlihat memiliki otak yang defektif yang mungkin menjadi penyebab
perilaku impulsif dan kompulsif mereka. Bagian lain dari otak juga berpengaruh
pada perilaku antisosial dan struktur yang biasanya saling terhubung seperti
amigdala, hippocampus, gyrus superior temporal dan korteks cingulate anterior.
Disfungsi bagian-bagian ini memajukan dan menunjang perilaku antisosial dan
psikopatik.2
Psikopat menunjukan suatu defisit pada rasa takut
dan sedih di mana secara bersamaan bisa berkontribusi kuat pada perilaku
antisosial. Amigdala merupakan satu komponen kunci sirkuit neural yang
memediasi proses di atas. Secara neuroimaging penelitian telah mengungkap bahwa
psikopat kriminal memiliki penurunan reaktivitas amigdala selama kondisi takut.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa disfungsi amigdala relatif nyata dalam
perkembangan dan dapat berkontribusi pada perkembangan psikopatik pada orang dewasa.1
Antisosial merupakan gangguan moral brain yang sangat dikaitkan dengan kelainan psikopat. Area yang
mengalami disfungsi adalah amigdala, bagian sistem limbik yang berperan dalam pembelajaran emosi, aversive
conditioning, respon terhadap rasa takut dan emosi lain. Amigdala mengolah
emosi signifikan dari rangsangan eksternal, berinteraksi dengan hippocampus
(tempat menyimpan memori emosi) dan
berinteraksi dengan fungsi kognitif korteks orbito-frontal dalam
merespon suatu rangsangan. Amigdala memungkinkan individu untuk belajar sesuatu
(object) atau perilaku yang baik dan buruk, sehingga sangat berperan
dalam pengambilan keputusan secara moral. Hal ini karena amigdala mempunyai
hubungan timbal balik (reciprocal) dengan korteks temporal. Oleh sebab
itu individu antisosial dengan gangguan pada amigdala akan sulit untuk
bersosialisasi.10
Selain amigdala, ventromedial prefrontal cortex (vmPFC)
juga berperan dalam perkembangan dan pengambilan keputusan secara moral serta
mempertahankan perilaku sosial yang dapat diterima. Informasi yang dihasilkan
amigdala tidak hanya dikirim ke temporal dan korteks visual namun dikirim juga
ke vmPFC dan korteks orbito-frontal. Korteks orbito-frontal berperan
dalam mengontrol emosi dan menilai penguatan
positif ataupun negatif. Hipoaktifitas dari amigdala dan korteks orbito-frontal,
seperti juga disfungsi vmPFC menunjukkan kepribadian yang keras kepala
dan tidak berperasaan. Peranan serotonin, kortisol dan testosteron dalam
perilaku agresi dan antisosial telah dibuktikan. Fungsi kortisol secara
fisiologis mempersiapkan individu untuk kondisi yang sulit, membuat individu
sensitif terhadap rasa takut dan melakukan penarikan diri yang tepat.11
Neuman dan Hare mengindikasikan perilaku psikopatik
bervariasi secara kontinu melalui 4 segi yaitu interpersonal, afektif, gaya
hidup, dan antisosial. Carre memprediksi bahwa segi interpersonal dan afektif
pada psikopatik berhubungan dengan penurunan reaktivitas amigdala pada ekspresi
wajah takut. Pada penelitian Fisher et
al. proses perceptual pada baik ekspresi wajah takut ataupun marah diperoleh
reaktivitas amigdala ventral dan bilateral dorsal yang kuat. Penelitian lain
mengindikasikan perbedaan individu pada faktor impulsif antisosial pada
psikopatik secara positif berkorelasi dengan reaktivitas ventral striatum pada
antisipasi monetary reward.1
Pada psikopat dewasa ada bukti yang
disamakan untuk neurokognitif dan pengolahan defisit afektif-emosional dalam
psikopat yang diiringi dengan kelainan otak struktural dan fungsional. Pada
keseimbangannya, meskipun di beberapa
daerah studi terbatas, temuan paling konsisten hingga saat ini adalah
abnormalitas struktural dan fungsional pada amigdala dan orbito-frontal-ventromedial
PFC, perhatian menyimpang, bahasa dan fungsi eksekutif, berkurangnya aktifitas
otonom dan respon terhadap rangsangan stimulus dan mengurangnya tingkat
kortisol dalam psikopat.10
2.3.3 Hubungan Kepribadian Psikopatik dengan Pola Asuh Orang
Tua
Dalam
penelitian yang diulas oleh Haapasalo dan Pokela (1999) dijelaskan bahwa pola
asuh keras atau hukuman yang disiplin (melibatkan hukuman fisik), diprediksi
menyebabkan terjadinya pelanggaran/pemberontakan oleh anak setelah dewasa. Penelitian
tahun 1989 di Nottingham yang melibatkan hampir 700 anak menemukan bahwa
hukuman fisik pada umur 7 dan 11 tahun diprediksi akan menimbulkan perubahan
kepribadian (later conviction). Sekitar 40% dari pelanggar dipukuli
pada umur 11 tahun. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan antara prilaku
antisosial dan pola asuh orang tua yang suka menghukum.9
McCord
(1964) menyimpulkan bahwa penolakan orang tua merupakan faktor kritik yang
paling berpengaruh pada faktor psikopatik, mungkin karena fasilitas lingkungan
yang dingin, unemotional, terpisah,
kepribadian yang tanpa perasaan.Hubungan antara sikap orang tua dan anak dengan
prilaku antisosial menekankan pentingnya karakteristik pola asuh orang tua
dalam lingkungan anak-anak yang berprilaku antisosial. Pola asuh yang tidak
konsisten dan keras berhubungan dengan kejahatan, perilaku agresif, dan perilaku
yang bermasalah. Pada parent effects
model,gaya pola asuh orang tua yang negatif dipercaya mempengaruhi perilaku
antisosial anak-anak.9
Penelitian
lain yang menggunakan desain retrospektif menunjukan bahwa tahanan laki-laki
yang psikopatik mempunyai masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan daripada
tahanan yang tidak psikopatik. Penelitian yang lebih baru menggunakan desain
prospektif melaporkan bahwa ikatan pola asuh orang tua yang rendah dan
kekerasan fisik masa kanak-kanak pada umur 3 tahun berhubungan dengan
kepribadian psikopatik pada umur 28 tahun.12
2.3.4 Hubungan Kepribadian Psikopatik dengan Genetik
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor genetik
berhubungan erat dengan kasus psikopat yang terjadi di kalangan masyarakat. Perilaku
callous unemotional (perilaku tidak
berperasaan) serta perilaku antisosial yang dimiliki seseorang pada masa
kecilnya berperan penting dalam perkembangan sifat psikopatik pada orang
tersebut sesudah dewasa. Kedua perilaku ini sangat berkaitan erat dengan faktor
genetik, di mana genetik berpengaruh sangat kuat terhadap perkembangan perilaku
callous unemotional, sedangkan pada perilaku
antisosial dengan perilaku callous
unemotional yang rendah cukup dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan.1
Penelitian mengenai gen molekuler telah muncul untuk
menunjukkan adanya hubungan antara genetik dengan psikopatik, sebagai contoh
penelitian terhadap short allele of the
serotonin transporter linked polymorphic region gene (5-HTTLPRs).
Soderstrom et.al (2003) adalah yang pertama menguji hubungan metabolit
serotonin dengan ciri-ciri psikopat pada pelaku kekerasan. Hasil penelitian
tersebut menunjukan bahwa psikopat dengan ciri-ciri positif memiliki
keterkaitan terhadap metabolit serotonin
(5-HIAA) sedangkan psikopat dengan ciri-ciri negatif memiliki keterkaitan
terhadap metabolit dopamine (HVA). Hal tersebut menunjukkan adanya gangguan
regulasi serotonin pada psikopatdan hasil penelitian ini telah menjadi bukti
bahwa adanya peranan serotonergik pada interpersonal, afek, serta gaya hidup
impulsif penderita psikopat.13
Penelitian di tingkat meta-analisis masih
menimbulkan pro dan kontra, di mana Risch et.al (2009) yang melakukan analisis
terhadap 14 penelitian melaporkan bahwa tidak ada efek dari serotonin transporter protein (5-HTT)
genotipe terhadap risiko depresi dalam konteks peristiwa kehidupan yang penuh
stress. Karg et.al (2011) melakukan analisis terhadap 54 penelitian dan
menemukan bukti hubungan antara 5-HTT
alel pendekdan risiko depresi.14,15
Bukti tentang adanya hubungan 5-HTT diperkuat
melalui penelitian yang dilakukan oleh Essi Viding dan Eamon (2012) menyebutkan
bahwa pada remaja dengan Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ditemukan keterkaitan antara disfungsi emosional perilaku
callous unemotional dengan gen
5-HTTLPRs, valine allele of the
cathechol-O-methyltransferase gene (COMT), dan juga low activity allele of the monoamine oxidase A gene (MAOA-L).
Genotipe MAOA-L juga berhubungan dengan adanya pola emosi hiperreaktif pada otak
yang biasanya ditemukan pada otak penderita psikopat.16
Selain itu, penelitian yang dilakukan
oleh Sadeh et al menyebutkan bahwa
MAO-A memiliki interaksi dengan manifestasi perilaku AB dan agresif pada
psikopat. Neuroimaging menunjukkan bahwa MAOA-L berasosiasi terhadap aktivitas
berlebihan yang terjadi pada otak, termasuk regulasi pada amigdala, yang
memungkinkan nantinya pembawa gen ini akan lebih rentan terhadap efek stress
dari lingkungan.13
2.3.5 Hubungan Kepribadian Psikopatik dengan Faktor Sosial
dan
Lingkungan
Faktor sosial/lingkungan yang paling menentukan
pembentukan karakter individu adalah ketika individu tumbuh dalam keluarganya.
Munculnya beberapa permasalahan dalam keluarga seperti tidak diajarkannya anak
untuk memiliki kemampuan sosial (empati, memahami orang lain, dll.) perceraian
orang tua, dan kekerasan pada anak dapat mendorong munculnya pribadi
psikopat.LaBrode (2007) mengungkapkan kasus para pembunuh berantai yang
ternyata pada masa kecilnya mengalami kejadian-kejadian tidak menyenangkan dan
cenderung traumatis. Para pembunuh berantai ini memiliki sejarah antara lain
kekerasan fisik dan seksual pada masa kanak-kanak dan kehilangan pengasuh dan
kelekatan sehat dengan orang tua terutama ibu.17
Meskipun
Hare (1970) menekankan faktor biologi dalam psikopatik, namun penelitian saat
ini melanjutkan trentersebut serta mengindikasikan memiliki orang tua
antisosial atau psikopatik, disiplin orang tua yang inkonsisten, perpisahan
orang tua juga dapat menyebabkan perkembangan psikopatik (dalam intreraksi
dengan predisposisi genetik). Penelitian lain juga menyebutkan potensi penting
dalam peran orang tua. Beberapa penelitian kontemporer menyebutkan faktor
lingkungan juga bisa mempengaruhi lebih jauh perkembangan kepribadian
psikopatik.9
2.4 Penatalaksanaan Gangguan Kepribadian Psikopatik
Pasien dengan kepribadian antisosial akan memiliki motivasi
untuk sembuh pasien bila mereka merasa berada dalam lingkungan yang sebaya atau
sederajat. Alasan itulah yang membuat terapi menggunakan self-help group akan menghasilkan perbaikan yang lebih baik
dibandingkan bila seseorang itu dikurung.4
Pengobatan secara farmakologi digunakan untuk mengatasi
gejala seperti cemas, mengamuk, dan depresi. Jika pasien menunjukkan gejala
lain seperti hiperaktifitas, psikostimulan seperti methylphenidate (Ritalin) dapat
digunakan. Obat golongan β-Adrenergic dapat diberikan untuk mengurangi
agresifitas pasien.4
BAB
III
DISKUSI
Berdasarkan pemaparan isi di atas, kita
mengetahui banyaknya faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku
psikopatik. Secara umum faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi perkembangan
neurofisiologi dan genetik, sedangkan faktor eksternal meliputi trauma masa
kecil, pola asuh orang tua, dan lingkungan. Gejala psikopatik dapat muncul
dengan adanya satu atau disertai kombinasi dengan faktor lainnya.
Belum ada data yang
menjelaskan secara langsung faktor mana yang paling dominan menyebabkan
gangguan psikopatik ini. Menurut telaah dari berbagai jurnal, semua faktor ini
saling mempengaruhi dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Psikopat tidak
semata-mata hanya disebabkan oleh salah satu faktor saja.Seperti pada
penelitian Essi dan Eamon (2012) orang yang terdeteksi mewarisi gen MAOA-L,
yaitu gen yang dikaitkan dengan perilaku agresif dan antisosial, ternyata
teridentifikasi memiliki limbik sistem yang lebih kecil sehingga orang tersebut
memiliki gangguan dalam pengontrolan emosi, perilaku dan memori jangka panjang.16
Beberapa penelitian
telah meneliti hubungan antara pengaruh trauma masa kecil dan pola asuh orang
tua terhadap kepribadian psikopatik pada anak. Menurut Lang et.al (2002) orang
dengan kepribadian psikopatik yang tinggi mengalami pengabaian dan/atau kekerasan
dibandingkan orang dengan kepribadian psikopatik rendah. Sedangkan penelitian
baru yang dilakukan oleh Gao et.al (2010) menggunakan desain penelitian
prospektif melaporkan bahwa ikatan orang tua yang tidak baik (kurangnya kasih
sayang ibu dan rendahnya perlindungan dari orang tua) dan pelecehan fisik pada
anak pada umur 3 tahun berkaitan dengan kepribadian psikopatik pada umur 28
tahun. Kebanyakan penelitian sebelumnya menyimpulkan adanya hubungan yang kuat
antara pola asuh orang tua dan kepribadian psikopatik. Namun ada juga bukti di
mana anak dengan kepribadian psikopatik tidak dipengaruhi oleh gaya pola asuh
orang tua yang diterimanya. Sebagai contoh sebuah penelitan yang dilakukan oleh
Vitacco (2003) pada 136 wanita Hispanic menemukan
gaya pola asuh orang tua tidak berhubungan dengan tingginya perilaku
psikopatik, termasuk sifat tidak berperasaan. Sehingga dapat disimpulkan jika
perilaku ini memiliki jalur perkembangan yang unik dan tidak berkaitan dengan
gaya pola asuh orang tua atau kualitas dari pola asuh.12
Munculnya beberapa
permasalahan dalam lingkungan keluarga seperti tidak diajarkannya anak untuk
memiliki kemampuan sosial (empati, memahami orang lain, dll.) perceraian orang
tua, dan kekerasan pada anak juga dapat mendorong munculnya pribadi psikopat.
Dari
berbagai penjelasan di atas, kepribadian psikopatik tidak dapat dititik
beratkan hanya pada salah satu penyebab karena dalam perkembangannya seseorang
yang mengalami kepribadian psikopatik dapat disebabkan oleh berbagai faktor
yang saling berkaitan baik internal maupun eksternal. Setelah melakukan telaah
dari berbagai jurnal, kami menyimpulkan bahwa faktor penyebab gangguan
psikopatik tidak dapat berdiri sendiri. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan
satu sama lain dan tidak didominasi oleh hanya satu faktor.
BAB
IV
SIMPULAN
Psikopatik adalah kepribadian yang
ditandai dengan daya tarik dan emosi yang dangkal, kurangnya rasa empati dan
perasaan bersalah, kurangnya memberikan respon terhadap suatu impuls, penuh
dengan kebohongan, dan memiliki sifat antisosial yang menetap. Psikopat dapat
berasal dari segala lapisan masyarakat tidak memandang kelas sosial, ekonomi
dan pendidikan. Untuk melakukan penegakan diagnosis terhadap penderita
psikopatik kita dapat menggunakan Hare Psychopathy Checklist (PCL), PPDGJ III, dan
DSM-5.
Perilaku psikopatik disebabkan
oleh multifactor yang dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi perkembangan neurofisiologi dan genetik, sedangkan faktor
eksternal meliputi trauma masa kecil, pola asuh orang tua, dan lingkungan.
Gejala psikopatik dapat muncul dengan adanya satu atau disertai kombinasi
dengan faktor lainnya.
Trauma
yang dialami seseorang pada masa kecil akan menyebabkan
emosi anak tidak berkembang secara optimal dan cenderung akan melakukan hal
yang sama kepada orang lain sebagai cara untuk balas dendam. Dilihat
dari sisi neurofisiologi, adanya kerusakan pada otak turut berkontribusi
terhadap munculnya gejala psikopat.
Gen short allele of the serotonin transporter
linked polymorphic region gene (5-HTTLPRs) diduga berkaitan dengan
munculnya perilaku psikopat, namun penelitian terhadap gen ini masih
menimbulkan pro dan kontra.Munculnya beberapa permasalahan dalam lingkungan
keluarga seperti tidak diajarkannya anak untuk memiliki kemampuan sosial, perceraian
orang tua, dan kekerasan pada anak juga dapat mendorong munculnya pribadi
psikopat.
Penatalaksaan yang dapat diberikan pada orang dengan
kepribadian antisosial dapat berupa psikoterapi menggunakan self-help group maupun menggunakan terapi farmakologi untuk
mengatasi gejala lain seperti mengamuk, cemas, dan depresi.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Carre
JM, Hyde LW, Neumann NS, et.al. The
neural signatures of distinct psychopathic traits. Social Neuroscience 2013; 8(2):122-35.
2. Palermo
GB. Severe antisocial personality
disordered and psychopathic offenders: should they be allowed to enter an
insanity plea?.International Journal of Offender Therapy and
Comparative Criminology 2014;
58(12):1412-14.
3.
Craparo G,
Schimmenti A, Caretti. Traumatic experiences in childhood and psychopathy : a
studyon a sample of violent offenders from Italy. European Journal of
Psychotraumatology 2013; 4.
4. Sadock
BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan &
Sadock Synopsis of Psychiatry. 11th ed. 2015.
5. Brook
M. The role of psychopathic and
antisocial personality traits in violence risk assessment: implications for
forensic practice. Psychiatr Ann 2015; 45(4):175-80.
6.
Maslim R. Buku Saku
Diagnosis Gangguan Jiwa. Cetakan kedua.Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-Unika Atmajaya 2013.
7.
American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5th
ed. 2013.
8.
Sadhu J. Childhood precursors to psychopathy. Psychiatric Annals 2015; 45(4):181-85.
9.
Farrington DP,
Ullrich S, Salekin RT. Environtmental influence on child and adolenscent
psychopathy. Handbook of Child and Adolescent Psychopathy2010.
10. Gao Y, Glenn AL, Schug RA, Yang Y, Raine A.
The Neurobiology of Psychopathy: A Neurodevelopmental perspective. Canadian Journal of Psychiatry2009;
54(12). 813-832.
11. Sagojo
I, Budiyono DA. Kepribadian antisosial : Fokus pada White-collar crime. SMF
Psikiatri FK Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2012.
12. Tuvblad
C, Bezdjian S, Raine A, et.al. Psychopatic personality and negative
parent-to-child affect : a longitudinal cross-log twin study. Journal of Criminal Justice 2013;
41(5):331-41.
13. Sadeh N, Javdani S, Verona L. Analysis of
monoaminergic genes, childhood abuse, and dimensions of psychopathy. Journal of Abnormal Psychology 2013;
122(1):167-79.
14. Karg K, Burmeister M, Shedden, K, et.al. The serotonin transporter promoter
variant (5-HTTLPR), stress, and
depression metaanalysis revisited: Evidence of genetic moderation. Archives of General Psychiatry
2011; 68:444-54.
15. Risch
N, Herrell R, Lehner T,
et.al. Interaction between the serotonin
transporter gene (5-HTTLPR), stressful life events, and risk of depression: A
meta-analysis. Journal of the American
Medical Association 2009; 301:2462-71.
16. Essi V, Eamon JM. Genetic and neurocognitive contribution to the development of psychopathy. Development and Psychopathology2012; 24: 969-83.
17. LaBrode
RT. Etiology of the psychopathic serial killer: an analysisn of antisocial
personality disorder, psychopathy, and serial killer personality and crime
scene characteristic.Oxford Journal
2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar