Senin, 14 Desember 2015

Growth hormone Deficiency/GHD

Dibuat tahun 2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan diperlukan untuk pertumbuhan. GH memainkan peran penting dalam bagaimana tubuh menggunakan makanan untuk energi (metabolisme). Jumlah GH dalam perubahan darah terjadi pada siang hari dan dipengaruhi oleh latihan, tidur, stres emosional, dan diet. Terlalu banyak GH selama masa anak - anak dapat menyebabkan seorang anak untuk tumbuh lebih tinggi dari normal (gigantisme). Terlalu sedikit GH selama masa anak-anak dapat menyebabkan anak tumbuh kurang dari normal (dwarfisme).1 Kedua kondisi dapat diobati jika ditemukan lebih awal. Terlalu banyak GH pada orang dewasa dapat disebabkan oleh tumor non-kanker dari kelenjar pituitari (adenoma) dan juga dapat menyebabkan tulang wajah, rahang, tangan, dan kaki tumbuh lebih besar dari normal (akromegali).1 Jumlah hormon yang sedikit pada orang dewasa tidak memberikan gejala spesifik tapi terkadang dapat dilihat gejalanya seperti komposisi yang abnormal, anxietas, kurus dan kulit kering.1

Kami akan membahas defisiensi hormon pertumbuhan (Growth hormone Deficiency/GHD) dengan spesifikasi pada anak-anak. GHD merupakan penurunan atau tidak adanya produksi hormon pertumbuhan (GH) sebagai akibat dari gangguan hipotalamus dan kelenjar pituitari.1 Orang dewasa dengan GHD dapat dikelompokkan menjadi orang-orang yang masa kecilnya mengalami GHD, mereka yang memperoleh GHD sekunder disertai lesi struktural atau trauma, dan biasanya GHD mereka idiopatik.1 GHD pada anak-anak umumnya dibagi lagi menjadi GHD dengan penyebab organik dan mereka yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik GHD).1 Meskipun statistik bervariasi, perkiraan terbaik menempatkan kejadian idiopatik defisiensi hormon pertumbuhan (GHD) sekitar 1: 4000.1 Amerika Serikat mendapat data, defisiensi hormon pertumbuhan (GHD) mempengaruhi 50.000 orang dewasa, dengan 6000 kasus setiap tahunnya.1 Banyaknya kasus defisiensi hormon pertumbuhan pada orang dewasa melibatkan kita untuk menelusuri hubungan ini pada kasus anak – anak untuk mengetahui gejala awal GHD dari masa kecil.

1.2       Manfaat
2.1.1    Manfaat Praktis
Untuk meningkatkan ketelitian dan ketepatan para tenaga medis dalam mendiagnosis hingga menangani kasus defisiensi hormon pertumbuhan (GHD).
2.1.2    Manfaat Akademis
Untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan memperdalam pengetahuan mahasiswa mengenai GHD serta membangkitkan keinginan untuk melakukan penelitian terkait topik GHD.







               





BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Growth hormone Deficiency (GHD) merupakan sindrom endokrin yang kompleks, secara umum diketahui sangat mempengaruhi populasi anak. GHD saat ini semakin diakui terkait dengan kematian prematur. Tumor pada hipofisis menjadi penyebab paling umum GHD. Kekurangan hormon pertumbuhan (GHD) telah dikaitkan dengan neuropsikiatri-kognitif, kardiovaskular, neuromuskular, metabolisme, dan kelainan tulang. GHD menyebabkan kelainan pada metabolism substrat, komposisi tubuh, fisik dan fungsi psikososial. Dewasa ini GHD dapat terjadi pada anak-anak dengan defisiensi hormone pertumbuhan (GH) transisi ke masa dewasa atau defisiensi GH diperoleh selama masa dewasa (struktural atau idiopatik).2
GHD dapat terjadi pada anak usia dini ketika kelenjar pituitari berhenti memproduksi GH dan hormon pituitari lainnya. Penyebab kelenjar pituitari berhenti memproduksi pada kelompok usia ini berhubungan dengan kelainan genetik. Anak yang lebih tua dengan GHD didapat akibat dari terapi iradiasi pada leukemia atau kerusakan yang disebabkan oleh tumor di dalam atau sekitar kelenjar pituitari. Terapi tersebut dapat merusak hipotalamus dan kelenjar pituitari yang berefek pada produksi dan sekresi dari GH. GHD dari beberapa penyebab diatas akan berlanjut sampai remaja dan dewasa. Penyebab GHD pada orang dewasa bisa karena tumor di dalam atau di sekitar kelenjar pituitari. GHD muncul sebagai efek langsung dari tumor tersebut, hasil dari operasi, atau radioterapi yang digunakan sebagai terapi dari tumor tersebut.2
2.2 Epidemiologi
GHD pada dewasa diperkirakan telah mempengaruhi 1 dari 100.000 orang per tahun, sementara tingkat kejadian pada masa kanak-kanak adalah 2 kasus per 100.000 penduduk. Sekitar 15%-20% dari kasus terjadi pada saat transisi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Frekuensi GHD telah dilaporkan rata-rata satu dari 1.800 kasus pada anak – anak di Sri Lanka, satu dari 30.000 kasus di New Castle UK, dan satu dari 3.500 kasus di Amerika.3

2.3 Etiopatogenesis
Defisiensi growth hormone (GH) dapat terjadi akibat gangguan terhadap struktur garis tengah hipotalamus dan hipofisis. Sebagian besar kasus penyebab defisiensi GH idiopatik terjadi akibat defisiensi GH Releasing Hormone (GHRH). Produk GH tidak terdapat pada tumor pituitari dan agenesis pituitari. Selain itu, defek atau mutasi dapat juga menyebabkan defisiensi GH.4
Adanya mutasi dalam faktor transkripsi (POUF-1, yang dikenal sebagai PIT-1) diketahui akibat sebagai defisiensi hormon pertumbuhan yang dapat diturunkan.  Pasien dengan mutasi ini biasanya tidak menghasilkan Luteinizing Hormone (LH) atau Follicle Stimulating Hormone (FSH) sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi terganggu dan tidak melewati masa pubertas. Kekurangan hormon pertumbuhan kongenital mungkin berhubungan dengan kelenjar hipofisis yang abnormal atau menderita sindrom seperti Displasia Septooptic (SOD) (de Morsier Sindrom). Selain defisiensi GH kongenital, defisiensi GH didapat tersering disebabkan karena tumor pada hipotalamus pituitari. GHD juga disertai defisiensi hormon-hormon tropik lainnya (gonadotropin, TSH, dan lain - lain) bahkan dapat disertai defisiensi hormon pituitari posterior. Tumor-tumor tersebut antara lain adalah kraniofaringoma, germinoma, glioma, dan histiositoma. Defisiensi hormon pertumbuhan juga diperoleh dari trauma, infeksi (ensefalitis, meningitis), iradiasi kranial, dan penyakit sistemik lainnya (terutama histiocytosis).4,5
Akibat defisiensi GH maka pertumbuhan seluruh jaringan menjadi terhambat, proses mitosis yang diikuti dengan bertambahnya jumlah sel dan diferensiasi khusus dari beberapa sel seperti sel-sel pertumbuhan tulang dan sel-sel otot awal mengalami pelambatan. Selain itu, dengan adanya defisiensi GH akan mempengaruhi efek metabolik seperti menurunkan kecepatan sisntesis protein di seluruh sel-sel tubuh, menurunkan mobilitas asam lemak dari jaringan adiposa, menurunkan asam lemak bebas dalam darah, dan peningkatan pemakaian glukosa di seluruh tubuh. Penurunan somatomedin juga ditemukan (dihasilkan di hepar yang dirangsang oleh GH) memiliki efek langsung terhadap pertumbuhan pada tulang dan jaringan perifer lainnya menjadi terganggu sehingga mengakibatkan pertumbuhan struktur rangka menjadi terhambat. Hal tersebut yang menyebabkan anak dengan defisiensi GH mengalami gagal tumbuh dan gambaran khas yang berkaitan dengan efek GH pada komposisi tulang dan tubuh. Tampilan muka terlihat tidak dewasa dengan depresi zona sentral dan dahi menonjol yang merupakan efek kekurangan GH pada maturasi tulang tengkorak, mengalami penurunan massa otot dan peningkatan deposit lemak sentral akibat kurangnya efek metabolik GH.6,7  
2.4 Tanda dan Gejala Klinis
Konsekuensi pada defisiensi hormon pertumbuhan bervariasi tergantung dari ketika umur berapa kelainan mulai terjadi. Bayi yang kekurangan hormon pertumbuhan dapat menderita hipoglikemia. Anak-anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan akan tumbuh lebih lambat daripada anak normal dan jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi pendek ketika dewasa. Sering pada pasien dengan defisiensi hormon pertumbuhan berhubungan dengan gangguan hormon pituitari lainnya seperti gejala yang timbul pada penderita dengan hormone tiroid yang rendah. Konsensus “Growth hormone Society” menyatakan evaluasi GHD pada anak yang pendek tidak harus dimulai hingga penyebab dari kegagalan pertumbuhan telah di ekslusi. Beberapa kriteria yang dapat menggambarkan GHD  antara lain perawakan yang pendek (tinggi lebih dari 3 SDS dibawah rata-rata); tinggi lebih dari 1,5 SDS dibawah setengah tinggi orang tua; tinggi 2 SDS dibawah rata-rata dan kecepatan tumbuh selama 1 tahun di bawah lebih dari 1 SDS rata-rata umur; tanda lesi intrakranial dan defisiensi hormon puituitari multipel, gejala dan tanda pada neonatus seperti hipoglikemia, jaundice, mikrogenital pada anak laki-laki; wajah dan suara imatur; pematangan tulang terlambat; dan abnormalitas cranio facial midline.8-10
2.5 Diagnosis
Diagnosis dari Growth hormone Deficiency (GHD) pada anak cukup menjadi tantangan karena kurangnya standar baku dan lemahnya kinerja dari tes diagnosis yang tersedia. Alat untuk diagnosis GHD termasuk auksologi, gambaran radiografi dari usia tulang, pengukuran dari Insulin-like Growth Factor I (IGF-I) dan IGF binding protein 3 (IGFBP-3), Test Provocative Growth hormone (GH) , Cranial Magneting Resonance (MRI), dan pada beberapa kasus dipergunakan tes genetik. Kecepatan pertumbuhan menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan evaluasi selanjutnya untuk GHD.11
a)      Provocative Growth hormone Testing
Benar atau tidak, tes provokatif GH terus memegang diagnosis utama pada GHD. Tes provokatif bersifat invasi yang memerlukan waktu 2-4 jam serta memiliki resiko dan efek samping. Agen provokatif yang umum termasuk insulin, glukagon, clonidine, arginine, dan L-dopa. Growth hormone Releasing Hormone (GHRH) tidak umum dipergunakan pada masa awal anak-anak karena dikhawatirkan anak dengan kelainan hipotalamus dapat lulus palsu pada test GHRH. Penggunaan GHRP-2 sebagai agen provokatif yang baru dengan resiko efek samping minimal sudah pernah dipelajari. Tes provokatif GH menyisakan banyak subjek yang kontroversi dan ada beberapa isu signifikan tentang validitas dan reproduksibilitas mungkin yang paling jelas untuk menetukan defisiensi GH berubah-ubah. Sejauh ini tes stimulasi GH non fisiologis dan hasilnya tergantung pola dari sekresi GH terjadi sebelum pemberian stimulus.11

b)      Pengukuran dari IGF-I dan IGFBP-3
Pada pertengahan hingga akhir masa kanak-kanak,level dari IGF-1 mencerminkan aktivitas GH,ini diukur karena sangat bervariasi dan sulit untuk ditafsirkan. Karena IGF-1 meningkat pada masa pubertas,mereka harus diinterpretasikan relatif terhadap usia tulang daripada usia kronologis. Tingkat IGF-1 yang normal membantu menyingkirkan kemungkinan GHD, namun tingkat IGF-1 bisa rendah dalam kondisi selain GHD seperti deprivasi psikososial, kekurangan gizi, dan hipotiroidisme. Tingkat IGF-1 normalnya rendah pada usia bayi dan anak-anak sehingga tidak bisa digunakan untuk membedakan normal atau tidak normal pada kelompok usia tersebut. Tingkat IGFBP-3 (karier mayor dari IGF) tidak seperti IGF-1 yang tidak dipengaruhi oleh kekurangan gizi memungkinkan diskriminasi antara yang normal dan tidak pada usia anak yang lebih muda. Tingkat IGF-1 dan IGFBP-3 yang rendah pada anak-anak dengan GHD biasanya dikonfirmasi dengan mengukur kadar GH. Karena GH basal biasanya rendah atau tidak terdeteksi (kecuali saat tidur).12

c)      Screening Laboratory Test
Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan lain pada pertumbuhan ternasuk hipotiroidisme, kelainan ginjal, kondisi imun, dan kelainan hematologi.12

d)      Imaging Study
Pemeriksaan ini dilakukan ketika pertumbuhan tidak normal, usia tulang harus ditentukan dari x-ray pada tangan kiri. Maturasi tulang pada GHD biasanya tertunda sama halnya seperti tinggi badan. CT-scan atau MRI dipergunakan untuk mengevaluasi kelenjar pituitari dan sella tursica, untuk menyingkirkan kemungkinan tumor. Sella tursica abnormal ditemukan pada 10-20% pasien.1 

e)      Genetic Testing
Tes ini biasanya dilakukan pada sindrom yang spesifik misalnya Turner Syndrome dapat diindikasikan dengan temuan fisik atau pola pertumbuhan yang berbeda secara signifikan dari keluarga. Jika dicurigai GHD dapat dilakukan tes tambahan tingkat fungsi hipofisis misalnya tes pada ACTH, tingkat serum kortisol 8am, LH, FSH, dan tingkat prolaktin.12

2.6 Tes Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GHD antara lain:
  1. Provocative Growth hormone Testing
Tes ini memerlukan waktu 2-4 jam, dengan sifatnya invasif serta memiliki risiko efek samping. Beberapa bahan yang biasanya digunakan antara lain insulin, glucagon, clonidine, arginine, dan L-dopa. Penggunaan GHRH pada  anak-anak tidak dianjurkan karena menimbulkan efek samping ke hipotathalamus.11
a.      Insulin Tolerance Test (ITT)
Insulin pada tes ini akan disuntikkan secara intravena dengan dosis 0,1 U/kg (menit ke-0) dengan tujuan untuk menurunkan kadar glukosa serum < 40mg/dl (2,2mmol/L). Kadar glukosa dapat dimonitor dengan sampel darah kapiler setiap 15 menit hingga timbul gejala hipoglikemia. Insulin dengan dosis yang sama dapat diberikan kembali apabila hipoglikemia tidak didapatkan dalam waktu 30-60 menit. Kadar glukosa dan GH diukur pada menit ke 0, 15, 30, 60, 90 dan 120 setelah pemberian insulin. Diagnosis defisiensi GH apabila puncak kadar GH <5,1mikrogram/L.13 Tes insulin ini mempunya spesifisitas dan akurasi sebesar 78.4% dan  93.6%.14
b.      Levodopa, Arginine dan perangsangan lain.
GH akan meningkat setelah pemberian levodopa yang merupakan suatu prekursor dari dopamin dan norepinefrin yang dapat menembus sawar darah otak. Kira-kira 80% dari orang normal memberi respon GH lebih besar.15 L-dopa stimulasi ini memiliki spesifisitas dan akurasi sebesar 29.7% dan 79.2%.14
2.7 Tes Radiologi
Anak-anak dengan kecurigaan yang cukup tinggi mengalami defisiensi hormon pertumbuhan berdasarkan penampilan fisik, auksologi, dan hasil lab, dilakukannya MRI kranial dapat secara signifikan memberikan kontribusi dalam mendiagnosis. Penelitian yang dilakukan oleh Coutan, et al. mendemonstrasikan bahwa pada pasien yang terdiagnosis GHD yang hasil MRI-nya menunjukkan abnormalitas, biasanya didapatkan postur tubuh pendek yang cukup parah pada pemeriksaan fisik, umur yang jauh lebih muda saat didiagnosis GHD, diikuti dengan respon terhadap penatalaksaan GHD yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak ditemukan abnormalitas pada hasil MRI kranial-nya. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sekresi hormon pertumbuhan, tidak ada individual dengan hasil MRI abnormal yang berhasil merespon pengobatan GHD lebih dari 10mcg/L, dimana 63% pasien GHD dengan hasil MRI yang normal memiliki sekresi GH yang normal pasca pengobatan. Abnormalitas pituitari pada MRI pasien dengan GHD juga dapat memprediksikan perkembangan adanya defisiensi hormon lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Jagtap, et al. menunjukkan bahwa anak dengan GHD tingkat berat (kadar GH < 3 mcg/L) memiliki riwayat hasil MRI yang tampak abnormal. Penelitian berikutnya mengatakan bahwa anak dengan GHD disertai hasil MRI yang abnormal mengalami defisit hormon pituitari di kemudian hari dimana anak dengan GHD yang hasil MRI normal tidak mengalami hal demikian. Dikatakan juga bahwa pasien GHD dengan abnormalitas pada MRI cenderung mengalami GHD persisten hingga dewasa dan memerlukan observasi yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya defisiensi pituitari. Sekresi GH yang normal pada presentase yang luas pada pasien mengindikasikan bahwa individu ini sebelumnya mengalami misdiagnosis sebagai pasien GHD pada masa anak-anak, atau mungkin mereka mengalami bentuk transien dari GHD. Investigasi lebih lanjut menggunakan hasil MRI yang normal sebagai panduan untuk tes ulang pada masa anak-anak.16
2.8 Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding dari GHD antara lain :
o   Idhiopatic short stature : tidak ada penyebab organik, diaplikasikan pada anak-anak dengan tinggi lebih dari dua standard deviation scores (SDS) dibawah rata-rata usia dan jenis kelamin. Tes provokatif normal, tidak terkait dengan pituitari hormone deficiency, gambaran pituitari yang normal pada MRI.17
o   Constitutional delay in growth : perlambatan pertumbuhan selama awal umur ke-2 diikuti dengan kecepatan pertumbuhan pada masa remaja dan tinggi badan akhir tidak berbeda jauh dengan tinggi target, lebih sering pada laki-laki dengan orang tua yang memiliki “late bloomer” dan perkembangan pubertas yang tertunda. Pemeriksaan ini ditemukan pada usia pertumbuhan tulang yang terlambat.17
o   Familial Short Stature : pasien dilahirkan dengan ukuran normal, pertumbuhan terus menerus berlangsung dibawah lima persentil sampai mencapai target tinggi mereka dan pubertas tidak tertunda.18
o   Small for Gestational Age : pasien yang dilahirkan kecil, pertumbuhan pada usia 2 tahun tidak mencapai target, dan pemeriksaan lain normal.17
o   Hipotiroidisme : kelainan paling sering dialami wanita baik kongenital maupun yang didapat. Gejala yang timbul antara lain lesu, kelelahan, terlalu banyak mengantuk, disregulasi suhu badan, menstruasi tidak lancar, dan berat badan meningkat. Pemeriksaan hormon tiroid didapat T4 rendah dan TSH tinggi pada hipertiroidisme primer, sedangkan T4 dan TSH rendah pada hipertiroidisme pituitari.17
o   Turner’s Syndrome : gambaran klinis berupa disgenesis ovarium, kehilangan pendengaran, katup aorta abnormal, renal abnormalitas, dan pubertas yang tertunda. Hal ini hanya dalami wanita dan pada tes genetik ditemukan kelainan kromosom 45 XO,46/45 XX/XO.17
o   Noonaan Syndrome : gambaran utama berupa kelainan jantung kongenital dan kesulitan belajar, ditemukan kelainan pada diagnosis klinis, dan tes genetik adanya mutasi pada gen PTPN 11/SOS1/KRAS/RAF1.17
o   Russel-Silver Syndrome : lahir dengan ukuran yang kecil dan dismorfik (wajah triangular, klinodaktili, asimetris), masalah pada asupan makanan, dan hipoglikemik ditemukan kelainan saat diagnosis klinis.17
o   Prader Willi Syndrome : hiperfagia, obesitas, dan kesulitan belajar.17
o   George Syndrome (disebut juga velocardiofacial syndrome) : cacat pada jantung, sumbing, defisiensi imun, hipolikemi, kesulitan belajar, dan test ditemukan delesi pada kromosom 22q11.2.17
o   Failure to Thrive : kondisi medis yang kronis dapat membuat tinggi badan atau tanpa penambahan berat dibawah normal dan kegagalan untuk tumbuh, kondisi yang umum diantaranya kelainan jantung didapat atau bawaan, asma, cystic fibrosis, coeliac disease, inflamasi pada usus, artritis juvenil idiopatik, gagal ginjal kronis, malignansi kronis, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.17

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan GHD pada anak-anak bertujuan untuk normalisasi tinggi pada masa kanak-kanak dan pencapaian tinggi yang normal saat dewasa. Pemberian GH replacement therapy dimulai dengan dosis dari 0,025 mg/kg/hari (range 0,025 – 0,05 mg/kg/hari berdasarkan respon GH dan kadar IGF-1 (insulin like growth factor 1). Semakin dini terapi diberikan akan semakin besar kemungkinan tercapai tinggi normal. Recombinant human Growth hormone (rhGH) harus diberikan setiap hari dengan injeksi subkutan selama tujuh hari dan diberikan empat tahun sebelum epifise menutup pada anak-anak. Sebelum pemberian rhGH plasma glukosa puasa, HbA1c, dan insulin harus dimonitor terlebih dahulu. Keberhasilan terapi harus dilakukan monitor selama tiga sampai enam bulan untuk pertumbuhan tinggi. Serum IGF-1 dimonitor pada tiga bulan tahun pertama di tahun pertama kemudian dilanjutkan setiap tahun.18 Terapi dengan GH memerlukan waktu yang lama dan seringkali harus dilakukan dalam beberapa tahun. Selama terapi tersebut, anak-anak membutuhkan konsultasi reguler kepada dokter untuk memastikan GH bekerja sesuai yang diharapkan atau menimbulkan masalah lain.19
Menurut US National Library of Medicine efek samping terapi dengan GH antara lain sakit kepala, retensi cairan, nyeri otot dan sendi, dan tulang pinggul akan tergelincir. Efek samping yang paling dikenal namun jarang terjadi adalah beningn intracranial hypertension (BIH). BIH terjadi pada enam bulan pertama terapi GH yang menyebabkan terjadinya retensi cairan dan menyebabkan sakit kepala. Gangguan penglihatan dan muntah jarang terjadi pada terapi GH. Apabila terapi GH dihentikan gejala-gejala efek samping akan cepatmenghilang. Pemberian GH dilanjutkan dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan dosis GH yang dibutuhkan.19
Berikut adalah algoritma penatalaksanaan GDH20 :


 





















2.10 Studi Kasus
Kasus 1.
            BA, seorang laki-laki 12 tahun 4 bulan datang kerumah sakit dengan keluhan utama yaitu tinggi yang tidak  normal pada umur seusianya. Tinggi kedua orang tuanya menunjukkan batas normal. Tidak ada riwayat keterlambatan dalam pubertas dalam keluarganya. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan TSH-S level: 1,54 (0,4 – 4,0­) IU/mL, total T4 level: 10 (10 – 12,8) g/dL. Basal GH level: 0,08 ng/mL, GH stimulation I: 0,1 ng/mL, GH stimulation II: 0,06ng/mL, GH stimulation III: 0,09 ng/mL. Usia tulang 9 tahun 9 bulan (usia kronologikal : 12 tahun 4 bulan). Dapat disimpulkan penyebab dari tinggi tubuh yang tidak normal pada anak ini adalah karena defidiensi GH. Setelah itu diberikan terapi GH dengan dosis 0,9 mg subkutan di injeksi setiap malam, sekali dalam sehari, 6 kali seminggu (0,2 mg/kgBW/week). Tiga bulan setelah terapi, pasien mengalami perbaikan dalam tinginya.21
Kasus 2.
EM, laki-laki 14 tahun 4 bulan datang dengan keluhan utama yaitu tinggi yang tidak normal pada umurnya. Pada pasien ini juga tidak ditemukan riwayat keterlambatan dalam proses pubertasnya. Hasil dari pemeriksaan lab : Basal GH level: 2,57 ng/mL, GH stimulation I: 2,02 ng/mL, GH stimulation II: 0,93 ng/mL, GH stimulation III: 0,2 ng/mL. Data tersebut dapat disimpulkan anak ini mengalami defisiensi GH. Pasien ini diberikan terapi GH dengan dosis 0,95 mg subkutan injeksi setiap malam, sekali dalam sehari, 6 kali seminggu (0,2 mg/kg/minggu). Setelah 18 bulan pengobatan, pasien menunjukkan hasil yang baik terhadap pengobatannya dengan perbaikan dalam tingginya.21
            Berdasarkan studi kasus di atas, kami memang tidak medapatkan data mengenai growth velocity, namun dari data yang menjelaskan mengenai keterlambatan pertumbuhan atau maturasi dari tulang dan tanpa ditemukannya riwayat keterlambatan pubertas pada semua keluarganya, kami dapat menyimpulkan bahwa ini bukanlah variasi yang normal. Tubuh pendek yang tidak sesuai dengan tinggi normal pada usianya pada kasus ini dapat menjurus kearah penyakit endokrin. Adanya dugaan sementara tersebut, kami perlu melakukan pemeriksaan laboratorium seperti fungsi tiroid, basal, dan stimulasi dari GH. Semua tes fungsi tiroid dalam kasus diatas masuk dalam batas normal, namun basal dan stimulasi GH level mengindikasikan respon yang tidak normal. Berdasarkan data pada setiap kasus diatas, penyebab dari tinggi yang tidak normal pada semua pasien tersebut dikarenakan defisiensi dari GH atau Growth hormone deficiency (GHD).21
            Pasien dengan GHD harus segera diberikan pengobatan begitu setelah diagnosis ditegakkan. Tujuan pengobatan GHD adalah normalisasi dari tinggi pasien semaksimal mungkin untuk mencapai tinggi normal pada saat dewasa.21
2.11 Komplikasi :
Komplikasi yang mungkindapat terjadi pada pasien defisiensi hormon pertumbuhan adalah sebagai berikut1 :
  1. Stenosis spinal
Seseorang dengan  defisiensi hormon pertumbuhan (dwarfisme) biasanya, kanal tulang belakang lebih kecil dari pada rata-rata. Penyempitan ini dapat memampatkan saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan komplikasi neurologis yang serius. Gejala yang biasa timbul pada stenosis tulang belakang: inkontinensia, refleks tendon berlebihan, gemetar, mati rasa atau kesemutan di kaki, pincang, dan kelemahan otot. Masalah ini umumnya terjadi pada akhir masa remaja. Jika stenosis tulang belakang tidak diobati, dapat menyebabkan kelumpuhan progresif dan masalah kontrol kandung kemih.1
  1. Infeksi telinga dan gangguan pendengaran
Telinga bagian tengah, yang berisi tulang dan tabung eustachius, seringkali lebih kecil dan sedikit tidak normal pada anak-anak dengan dwarfisme.Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi bakteri pada telinga, yang sering memblokir tabung Eustachio dan menyebabkan infeksi telinga.1
  1. Nyeri sendi dan osteoarthritis
Beberapa penderita dwarfisme dapat mengalami  tubuh yang sangat cacat.Seringkali, dua bagian dari anggota tubuh yang sama (misalnya kaki dan paha) tidak sejajar. Tungkai yang cacat tersebut bisa menyakitkan dan dapat membuat berjalan sulit.1
  1. Palate sumbing dan malformasi dari gigi dan rahang
Gigi anak-anak dengan beberapa jenis dwarfisme, seperti sindrom Seckel, dapat tumbuh di tempat yang abnormal. Rahang atas anak-anak dengan sindrom Turner atau Seckel,  berkembang lebih lambat dari rahang bawah. Rahang bawah, biasanya tidak terpengaruh, kadang-kadang bergerak kedepan. Pada sindrom Kniestatau diastrophic displasia dapat terjadi bibir sumbing yang dapat mempengaruhi rahangatas. Cacat ini dapat dikoreksi melalui pembedahan.1
  1. Masalah Pernapasan
Sleep apnea terdiri dari pernafasan sangat singkat jeda selama tidur. Ditemukan terutama pada bayi dengan achondroplasia. Hal ini disebabkan oleh foramen magnum stenosis: Ketika pembukaan di dasar tengkorak dimana tulang belakang lewat (foramen magnum) terlalu kecil, serabut saraf mengontrol fungsi pernafasan dan denyut jantung mengalami kompresi. Jika ada stenosis, operasi dapat dilakukan pada 4 sampai 6 bulan.1
  1. Masalah neuropsikologi
Dwarfisme tidak menyebabakan penurunan IQ, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada kasus hipoglikemi yang berulang yang terjadi pada pasien dwarfisme dapat terjadi penurunan IQ.1
  1. Kehamilan
Sebuah persalinan sesar hampir selalu diperlukan karena ukuran dan bentuk panggul tidak memungkinkan untuk melahirkan per vagina.Umumnya pasien melahirkan dengan sectio caesarea antara 35 dan 37 minggu (M. Hakim, 2010). Seringkali janinya cukup besar, sekitar 2,6 gram.1


2.12 Prognosis
            Prognosis untuk setiap pasien dengan defisiensi hormon pertumbuhan sangat  bervariasi.  individu yang hanya kekurangan hormon pertumbuhan maka dapat diberikan terapi penggantian hormon. Keberhasilan pengobatan dengan terapi hormon pertumbuhan sangat bervariasi namun, peningkatan tinggi yang dapat dicapai berkisar 10-15 cm pada tahun pertama pengobatan.Setelah tahun pertama ini, respon terhadap hormon tersebut seringkali tidak berhasil.Oleh karena itu, jumlah hormon pertumbuhan harus diberikan  tiga kali lipat untuk mempertahankan tingkat ini. Penggunaan jangka panjang dianggap berhasil jika individu tumbuh setidaknya mencapai tinggi normal.2
















BAB III
KESIMPULAN

Hormon pertumbuhan (Growth hormone/GH) adalah tes pengukur jumlah hormon pertumbuhan manusia dalam darah. Growth hormone dibuat oleh kelenjar hipofisis dan diperlukan untuk pertumbuhan. Growth hormone Deficiency (GHD) merupakan sindrom endokrin yang kompleks, secara umum diketahui sangat mempengaruhi populasi anak. GHD menyebabkan kelainan pada metabolism substrat, komposisi tubuh, fisik dan fungsi psikososial. GHD pada dewasa diperkirakan telah mempengaruhi 1 dari 100.000 orang per tahun, sementara tingkat kejadian pada masa kanak-kanak adalah 2 kasus per 100.000 penduduk. Defisiensi Growth hormone (GH) dapat terjadi akibat gangguan terhadap struktur garis tengah hipotalamus dan hipofisis. Sebagian besar kasus penyebab defisiensi GH idiopatik terjadi akibat defisiensi  GH Releasing Hormone (GHRH). Selain itu, defek atau mutasi dapat juga menyebabkan defisiensi GH.
            Konsekuensi pada defisiensi hormon pertumbuhan bervariasi tergantung dari ketika umur berapa kelainan mulai terjadi. Bayi yang kekurangan hormon pertumbuhan dapat menderita hipoglikemia. Anak-anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan akan tumbuh lebih lambat daripada anak normal dan jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi pendek ketika dewasa. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GHD (Growth hormone Deficiency) antara lain provocative Growth hormone testing, pengukuran IGF-1 dan IGFBP-3, screening, tes genetik, dan imaging.
            Ada beberapa penyakit yang dapat menyerupai GHD ini adalah seperti Idhiopatic short stature, Constitutional delay in growth, Familial Short Stature, Small for Gestational Age, Hypotiroidisme, Turner’s Syndrome, Noonaan Syndrome, Prader Willi Syndrome, George Syndrome, Failure to Thrive.

            Penatalaksanaan GDH pada anak-anak bertujuan untuk normalisasi tinggi pada masa kanak-kanak dan pencapaian tinggi yang normal saat dewasa. Pemberian GH replacement therapy dimulai dengan dosis dari 0,025 mg/kg/hari (range 0,025 – 0,05 mg/kg/hari berdasarkan respon GH dan kadar IGF-1 (insulin like growth factor 1).

1 komentar:

  1. suka tulisan ini, akan hebat kalau daftar sitasinya tidak disembunyikan

    BalasHapus