Dibuat tahun 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hormon pertumbuhan atau growth
hormone (GH)
diproduksi oleh kelenjar
hipofisis dan diperlukan untuk pertumbuhan. GH
memainkan peran penting dalam bagaimana tubuh menggunakan makanan untuk energi
(metabolisme). Jumlah GH
dalam perubahan darah terjadi pada siang hari dan dipengaruhi
oleh latihan, tidur, stres emosional, dan diet. Terlalu banyak GH selama masa anak -
anak dapat menyebabkan seorang anak untuk tumbuh lebih tinggi dari normal
(gigantisme). Terlalu sedikit GH
selama masa anak-anak dapat menyebabkan anak tumbuh kurang dari
normal (dwarfisme).1 Kedua
kondisi dapat diobati jika ditemukan lebih awal. Terlalu banyak GH pada orang dewasa dapat
disebabkan oleh tumor non-kanker dari kelenjar pituitari (adenoma) dan juga dapat
menyebabkan tulang wajah, rahang, tangan, dan kaki tumbuh lebih besar dari
normal (akromegali).1 Jumlah
hormon yang sedikit pada orang dewasa
tidak memberikan gejala spesifik tapi terkadang dapat dilihat gejalanya seperti
komposisi yang abnormal, anxietas, kurus dan kulit kering.1
Kami akan membahas defisiensi
hormon pertumbuhan (Growth hormone
Deficiency/GHD) dengan
spesifikasi pada anak-anak. GHD merupakan
penurunan atau tidak adanya produksi hormon pertumbuhan (GH) sebagai akibat
dari gangguan hipotalamus dan kelenjar pituitari.1 Orang
dewasa dengan GHD dapat dikelompokkan menjadi orang-orang yang masa kecilnya mengalami
GHD, mereka yang memperoleh GHD sekunder disertai
lesi struktural atau trauma, dan biasanya GHD mereka idiopatik.1 GHD pada anak-anak umumnya dibagi
lagi menjadi GHD
dengan penyebab organik dan mereka yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik
GHD).1 Meskipun statistik bervariasi, perkiraan terbaik menempatkan
kejadian idiopatik defisiensi hormon pertumbuhan (GHD) sekitar 1: 4000.1
Amerika Serikat mendapat data, defisiensi hormon pertumbuhan (GHD) mempengaruhi
50.000 orang dewasa, dengan 6000 kasus setiap tahunnya.1 Banyaknya
kasus defisiensi hormon pertumbuhan pada orang dewasa melibatkan kita untuk
menelusuri hubungan ini pada kasus anak – anak untuk mengetahui gejala awal GHD
dari masa kecil.
1.2 Manfaat
2.1.1 Manfaat
Praktis
Untuk meningkatkan ketelitian dan ketepatan para
tenaga medis dalam mendiagnosis hingga menangani kasus defisiensi hormon
pertumbuhan (GHD).
2.1.2 Manfaat
Akademis
Untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan memperdalam
pengetahuan mahasiswa mengenai GHD serta membangkitkan keinginan untuk
melakukan penelitian terkait topik GHD.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Growth hormone
Deficiency (GHD) merupakan sindrom endokrin yang
kompleks, secara umum diketahui sangat mempengaruhi populasi anak. GHD saat ini
semakin diakui terkait dengan kematian prematur. Tumor pada hipofisis menjadi
penyebab paling umum GHD. Kekurangan hormon pertumbuhan (GHD) telah dikaitkan
dengan neuropsikiatri-kognitif, kardiovaskular, neuromuskular, metabolisme, dan
kelainan tulang. GHD menyebabkan kelainan pada metabolism substrat, komposisi
tubuh, fisik dan fungsi psikososial. Dewasa ini GHD dapat terjadi pada
anak-anak dengan defisiensi hormone pertumbuhan (GH) transisi ke masa dewasa
atau defisiensi GH diperoleh selama masa dewasa (struktural atau idiopatik).2
GHD
dapat terjadi pada anak usia dini ketika kelenjar pituitari berhenti
memproduksi GH dan hormon pituitari lainnya. Penyebab kelenjar pituitari
berhenti memproduksi pada kelompok usia ini berhubungan dengan kelainan genetik.
Anak yang lebih tua dengan GHD didapat akibat dari terapi iradiasi pada
leukemia atau kerusakan yang disebabkan oleh tumor di dalam atau sekitar
kelenjar pituitari. Terapi tersebut dapat merusak hipotalamus dan kelenjar pituitari
yang berefek pada produksi dan sekresi dari GH. GHD dari beberapa penyebab
diatas akan berlanjut sampai remaja dan dewasa. Penyebab GHD pada orang dewasa bisa
karena tumor di dalam atau di sekitar kelenjar pituitari. GHD muncul sebagai
efek langsung dari tumor tersebut, hasil dari operasi, atau radioterapi yang
digunakan sebagai terapi dari tumor tersebut.2
2.2
Epidemiologi
GHD
pada dewasa diperkirakan telah mempengaruhi 1 dari 100.000 orang per tahun,
sementara tingkat kejadian pada masa kanak-kanak adalah 2 kasus per 100.000 penduduk.
Sekitar 15%-20% dari kasus terjadi pada saat transisi dari masa kanak-kanak
menjadi dewasa. Frekuensi GHD telah dilaporkan rata-rata satu dari 1.800 kasus
pada anak – anak di Sri Lanka, satu dari 30.000 kasus di New Castle UK, dan
satu dari 3.500 kasus di Amerika.3
2.3
Etiopatogenesis
Defisiensi
growth hormone
(GH) dapat terjadi akibat gangguan terhadap struktur garis tengah hipotalamus
dan hipofisis. Sebagian besar kasus penyebab defisiensi GH idiopatik terjadi
akibat defisiensi GH Releasing Hormone
(GHRH). Produk GH tidak terdapat pada tumor pituitari dan agenesis pituitari. Selain
itu, defek atau mutasi dapat juga menyebabkan defisiensi GH.4
Adanya
mutasi dalam faktor transkripsi (POUF-1, yang dikenal sebagai PIT-1) diketahui
akibat sebagai defisiensi hormon pertumbuhan yang dapat diturunkan. Pasien dengan mutasi ini biasanya tidak
menghasilkan Luteinizing Hormone (LH)
atau Follicle Stimulating Hormone
(FSH) sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi terganggu dan
tidak melewati masa pubertas. Kekurangan hormon pertumbuhan kongenital mungkin
berhubungan dengan kelenjar hipofisis yang abnormal atau menderita sindrom
seperti Displasia Septooptic (SOD)
(de Morsier Sindrom). Selain defisiensi GH kongenital, defisiensi GH didapat
tersering disebabkan karena tumor pada hipotalamus pituitari. GHD juga disertai
defisiensi hormon-hormon tropik lainnya (gonadotropin, TSH, dan lain - lain) bahkan
dapat disertai defisiensi hormon pituitari posterior. Tumor-tumor tersebut
antara lain adalah kraniofaringoma, germinoma, glioma, dan histiositoma.
Defisiensi hormon pertumbuhan juga diperoleh dari trauma, infeksi (ensefalitis,
meningitis), iradiasi kranial, dan penyakit sistemik lainnya (terutama
histiocytosis).4,5
Akibat
defisiensi GH maka pertumbuhan seluruh jaringan menjadi terhambat, proses
mitosis yang diikuti dengan bertambahnya jumlah sel dan diferensiasi khusus
dari beberapa sel seperti sel-sel pertumbuhan tulang dan sel-sel otot awal
mengalami pelambatan. Selain itu, dengan adanya defisiensi GH akan mempengaruhi
efek metabolik seperti menurunkan kecepatan sisntesis protein di seluruh
sel-sel tubuh, menurunkan mobilitas asam lemak dari jaringan adiposa,
menurunkan asam lemak bebas dalam darah, dan peningkatan pemakaian glukosa di
seluruh tubuh. Penurunan somatomedin juga ditemukan (dihasilkan di hepar yang
dirangsang oleh GH) memiliki efek langsung terhadap pertumbuhan pada tulang dan
jaringan perifer lainnya menjadi terganggu sehingga mengakibatkan pertumbuhan
struktur rangka menjadi terhambat. Hal tersebut yang menyebabkan anak dengan
defisiensi GH mengalami gagal tumbuh dan gambaran khas yang berkaitan dengan
efek GH pada komposisi tulang dan tubuh. Tampilan muka terlihat tidak dewasa
dengan depresi zona sentral dan dahi menonjol yang merupakan efek kekurangan GH
pada maturasi tulang tengkorak, mengalami penurunan massa otot dan peningkatan
deposit lemak sentral akibat kurangnya efek metabolik GH.6,7
2.4 Tanda
dan Gejala Klinis
Konsekuensi pada defisiensi hormon
pertumbuhan bervariasi tergantung dari ketika umur berapa kelainan mulai terjadi. Bayi yang
kekurangan hormon pertumbuhan
dapat menderita hipoglikemia. Anak-anak dengan defisiensi hormon
pertumbuhan akan tumbuh lebih lambat daripada anak normal dan jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi pendek ketika dewasa. Sering pada pasien dengan defisiensi hormon
pertumbuhan berhubungan dengan gangguan hormon pituitari
lainnya seperti gejala yang timbul pada penderita dengan hormone tiroid
yang rendah. Konsensus “Growth hormone
Society” menyatakan evaluasi
GHD pada anak
yang pendek tidak harus dimulai hingga penyebab dari kegagalan pertumbuhan telah di ekslusi. Beberapa kriteria yang dapat menggambarkan GHD antara lain perawakan
yang pendek (tinggi lebih dari
3 SDS dibawah rata-rata); tinggi lebih dari
1,5 SDS dibawah setengah
tinggi orang tua; tinggi 2 SDS dibawah rata-rata dan kecepatan tumbuh selama
1 tahun di bawah lebih
dari 1 SDS rata-rata umur; tanda lesi intrakranial dan defisiensi hormon
puituitari multipel, gejala dan tanda pada neonatus seperti hipoglikemia, jaundice, mikrogenital pada anak laki-laki; wajah
dan suara imatur; pematangan tulang terlambat; dan abnormalitas cranio
facial
midline.8-10
2.5
Diagnosis
Diagnosis dari Growth hormone
Deficiency (GHD) pada anak cukup menjadi tantangan karena kurangnya standar
baku dan lemahnya kinerja dari tes diagnosis yang tersedia. Alat untuk
diagnosis GHD termasuk auksologi, gambaran radiografi dari usia tulang, pengukuran
dari Insulin-like Growth Factor I
(IGF-I) dan IGF binding protein 3
(IGFBP-3), Test Provocative Growth
hormone (GH) , Cranial Magneting
Resonance (MRI), dan pada beberapa kasus dipergunakan tes genetik.
Kecepatan pertumbuhan menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan
evaluasi selanjutnya untuk GHD.11
a) Provocative
Growth hormone Testing
Benar atau tidak, tes provokatif GH terus
memegang diagnosis utama pada GHD. Tes provokatif bersifat invasi yang memerlukan
waktu 2-4 jam serta memiliki resiko dan efek samping. Agen provokatif yang umum
termasuk insulin, glukagon, clonidine,
arginine, dan L-dopa. Growth hormone Releasing Hormone (GHRH)
tidak umum dipergunakan pada masa awal anak-anak karena dikhawatirkan anak
dengan kelainan hipotalamus dapat lulus palsu pada test GHRH. Penggunaan GHRP-2
sebagai agen provokatif yang baru dengan resiko efek samping minimal sudah
pernah dipelajari. Tes provokatif GH menyisakan banyak subjek yang kontroversi
dan ada beberapa isu signifikan tentang validitas dan reproduksibilitas mungkin
yang paling jelas untuk menetukan defisiensi GH berubah-ubah. Sejauh ini tes
stimulasi GH non fisiologis dan hasilnya tergantung pola dari sekresi GH
terjadi sebelum pemberian stimulus.11
b)
Pengukuran
dari IGF-I dan IGFBP-3
Pada pertengahan hingga akhir masa
kanak-kanak,level dari IGF-1 mencerminkan aktivitas GH,ini diukur karena sangat
bervariasi dan sulit untuk ditafsirkan. Karena IGF-1 meningkat pada masa
pubertas,mereka harus diinterpretasikan relatif terhadap usia tulang daripada
usia kronologis. Tingkat IGF-1 yang normal membantu menyingkirkan kemungkinan GHD,
namun tingkat IGF-1 bisa rendah dalam kondisi selain GHD seperti deprivasi
psikososial, kekurangan gizi, dan hipotiroidisme.
Tingkat IGF-1 normalnya rendah pada usia bayi
dan anak-anak sehingga tidak bisa digunakan untuk membedakan normal atau tidak
normal pada kelompok usia tersebut. Tingkat IGFBP-3 (karier mayor dari IGF)
tidak seperti IGF-1 yang tidak dipengaruhi oleh kekurangan gizi memungkinkan diskriminasi
antara yang normal dan tidak pada usia anak yang lebih muda.
Tingkat IGF-1 dan IGFBP-3 yang rendah pada
anak-anak dengan GHD biasanya dikonfirmasi dengan mengukur kadar GH. Karena GH
basal biasanya rendah atau tidak terdeteksi (kecuali saat tidur).12
c)
Screening Laboratory Test
Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan lain pada pertumbuhan ternasuk hipotiroidisme, kelainan ginjal, kondisi
imun, dan kelainan hematologi.12
d)
Imaging Study
Pemeriksaan ini dilakukan ketika pertumbuhan
tidak normal, usia tulang harus ditentukan dari x-ray pada tangan kiri. Maturasi tulang pada GHD biasanya tertunda
sama halnya seperti tinggi badan. CT-scan
atau MRI dipergunakan untuk mengevaluasi kelenjar pituitari dan sella tursica, untuk
menyingkirkan kemungkinan tumor. Sella tursica abnormal ditemukan pada 10-20%
pasien.12
e)
Genetic Testing
Tes ini biasanya dilakukan pada sindrom yang
spesifik misalnya Turner Syndrome
dapat diindikasikan dengan temuan fisik atau pola pertumbuhan yang berbeda
secara signifikan dari keluarga. Jika dicurigai GHD dapat dilakukan tes
tambahan tingkat fungsi hipofisis misalnya tes pada ACTH, tingkat serum
kortisol 8am, LH, FSH, dan tingkat prolaktin.12
2.6 Tes
Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GHD antara lain:
- Provocative Growth
hormone Testing
Tes ini memerlukan
waktu 2-4 jam, dengan sifatnya invasif serta memiliki risiko efek samping.
Beberapa bahan yang biasanya digunakan antara lain insulin, glucagon, clonidine, arginine, dan L-dopa. Penggunaan GHRH pada anak-anak tidak dianjurkan karena menimbulkan
efek samping ke hipotathalamus.11
a.
Insulin
Tolerance Test (ITT)
Insulin pada tes ini akan disuntikkan
secara intravena dengan dosis 0,1 U/kg (menit ke-0) dengan tujuan untuk menurunkan
kadar glukosa serum < 40mg/dl (2,2mmol/L). Kadar glukosa dapat dimonitor
dengan sampel darah kapiler setiap 15 menit hingga timbul gejala hipoglikemia.
Insulin dengan dosis yang sama dapat diberikan kembali apabila hipoglikemia
tidak didapatkan dalam waktu 30-60 menit. Kadar glukosa dan GH diukur pada
menit ke 0, 15, 30, 60, 90 dan 120 setelah pemberian insulin. Diagnosis
defisiensi GH apabila puncak kadar GH <5,1mikrogram/L.13 Tes
insulin ini mempunya spesifisitas dan akurasi sebesar 78.4% dan 93.6%.14
b. Levodopa,
Arginine dan perangsangan lain.
GH
akan meningkat setelah pemberian levodopa yang merupakan suatu prekursor dari
dopamin dan norepinefrin yang dapat menembus sawar darah otak. Kira-kira 80%
dari orang normal memberi respon GH lebih besar.15 L-dopa stimulasi
ini memiliki spesifisitas dan akurasi sebesar 29.7% dan 79.2%.14
2.7 Tes
Radiologi
Anak-anak dengan kecurigaan yang
cukup tinggi mengalami defisiensi hormon pertumbuhan berdasarkan penampilan
fisik, auksologi, dan hasil lab, dilakukannya MRI kranial dapat secara
signifikan memberikan kontribusi dalam mendiagnosis. Penelitian yang dilakukan
oleh Coutan, et al. mendemonstrasikan
bahwa pada pasien yang terdiagnosis GHD yang hasil MRI-nya menunjukkan
abnormalitas, biasanya didapatkan postur tubuh pendek yang cukup parah pada
pemeriksaan fisik, umur yang jauh lebih muda saat didiagnosis GHD, diikuti
dengan respon terhadap penatalaksaan GHD yang lebih rendah dibandingkan dengan
pasien yang tidak ditemukan abnormalitas pada hasil MRI kranial-nya. Berdasarkan
hasil evaluasi terhadap sekresi hormon pertumbuhan, tidak ada individual dengan
hasil MRI abnormal yang berhasil merespon pengobatan GHD lebih dari 10mcg/L,
dimana 63% pasien GHD dengan hasil MRI yang normal memiliki sekresi GH yang
normal pasca pengobatan. Abnormalitas pituitari pada MRI pasien dengan GHD juga
dapat memprediksikan perkembangan adanya defisiensi hormon lainnya. Penelitian
yang dilakukan oleh Jagtap, et al.
menunjukkan bahwa anak dengan GHD tingkat berat (kadar GH < 3 mcg/L) memiliki
riwayat hasil MRI yang tampak abnormal. Penelitian berikutnya mengatakan bahwa
anak dengan GHD disertai hasil MRI yang abnormal mengalami defisit hormon
pituitari di kemudian hari dimana anak dengan GHD yang hasil MRI normal tidak
mengalami hal demikian. Dikatakan juga bahwa pasien GHD dengan abnormalitas
pada MRI cenderung mengalami GHD persisten hingga dewasa dan memerlukan
observasi yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya defisiensi pituitari. Sekresi
GH yang normal pada presentase yang luas pada pasien mengindikasikan bahwa
individu ini sebelumnya mengalami misdiagnosis sebagai pasien GHD pada masa
anak-anak, atau mungkin mereka mengalami bentuk transien dari GHD. Investigasi
lebih lanjut menggunakan hasil MRI yang normal sebagai panduan untuk tes ulang
pada masa anak-anak.16
2.8
Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding
dari GHD antara lain :
o
Idhiopatic short stature
: tidak ada penyebab organik, diaplikasikan pada anak-anak dengan tinggi lebih
dari dua standard deviation scores (SDS)
dibawah rata-rata usia dan jenis kelamin. Tes provokatif normal, tidak terkait
dengan pituitari hormone deficiency,
gambaran pituitari yang normal pada MRI.17
o
Constitutional delay in growth : perlambatan pertumbuhan selama awal umur
ke-2 diikuti dengan kecepatan pertumbuhan pada masa remaja dan tinggi badan
akhir tidak berbeda jauh dengan tinggi target, lebih sering pada laki-laki
dengan orang tua yang memiliki “late
bloomer” dan perkembangan pubertas yang tertunda. Pemeriksaan ini ditemukan
pada usia pertumbuhan tulang yang terlambat.17
o
Familial Short Stature :
pasien dilahirkan dengan ukuran normal, pertumbuhan terus menerus berlangsung
dibawah lima persentil sampai mencapai target tinggi mereka dan pubertas tidak
tertunda.18
o
Small for Gestational Age
: pasien yang dilahirkan kecil, pertumbuhan pada usia 2 tahun tidak mencapai
target, dan pemeriksaan lain normal.17
o
Hipotiroidisme
: kelainan paling sering dialami wanita baik kongenital maupun yang didapat. Gejala
yang timbul antara lain lesu, kelelahan, terlalu banyak mengantuk, disregulasi
suhu badan, menstruasi tidak lancar, dan berat badan meningkat. Pemeriksaan
hormon tiroid didapat T4 rendah dan TSH tinggi pada hipertiroidisme primer,
sedangkan T4 dan TSH rendah pada hipertiroidisme pituitari.17
o
Turner’s Syndrome :
gambaran klinis berupa disgenesis ovarium, kehilangan pendengaran, katup aorta
abnormal, renal abnormalitas, dan pubertas yang tertunda. Hal ini hanya dalami
wanita dan pada tes genetik ditemukan kelainan kromosom 45 XO,46/45 XX/XO.17
o
Noonaan Syndrome :
gambaran utama berupa kelainan jantung kongenital dan kesulitan belajar,
ditemukan kelainan pada diagnosis klinis, dan tes genetik adanya mutasi pada
gen PTPN 11/SOS1/KRAS/RAF1.17
o Russel-Silver
Syndrome :
lahir dengan ukuran yang kecil dan dismorfik (wajah triangular, klinodaktili,
asimetris), masalah pada asupan makanan, dan hipoglikemik ditemukan kelainan
saat diagnosis klinis.17
o Prader
Willi Syndrome : hiperfagia,
obesitas, dan kesulitan belajar.17
o
George Syndrome
(disebut juga velocardiofacial syndrome) :
cacat pada jantung, sumbing, defisiensi imun, hipolikemi, kesulitan belajar,
dan test ditemukan delesi pada kromosom 22q11.2.17
o Failure
to Thrive :
kondisi medis yang kronis dapat membuat tinggi badan atau tanpa penambahan
berat dibawah normal dan kegagalan untuk tumbuh, kondisi yang umum diantaranya
kelainan jantung didapat atau bawaan, asma, cystic
fibrosis, coeliac disease, inflamasi pada usus, artritis juvenil idiopatik,
gagal ginjal kronis, malignansi kronis, dan diabetes melitus yang tidak
terkontrol.17
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
GHD pada anak-anak bertujuan untuk normalisasi tinggi pada masa kanak-kanak dan
pencapaian tinggi yang normal saat dewasa. Pemberian GH replacement therapy dimulai dengan dosis dari 0,025 mg/kg/hari
(range 0,025 – 0,05 mg/kg/hari berdasarkan respon GH dan kadar IGF-1 (insulin like growth factor 1). Semakin
dini terapi diberikan akan semakin besar kemungkinan tercapai tinggi normal. Recombinant human Growth hormone (rhGH)
harus diberikan setiap hari dengan injeksi subkutan selama tujuh hari dan
diberikan empat tahun sebelum epifise menutup pada anak-anak. Sebelum pemberian
rhGH plasma glukosa puasa, HbA1c, dan insulin harus dimonitor terlebih dahulu.
Keberhasilan terapi harus dilakukan monitor selama tiga sampai enam bulan untuk
pertumbuhan tinggi. Serum IGF-1 dimonitor pada tiga bulan tahun pertama di
tahun pertama kemudian dilanjutkan setiap tahun.18 Terapi dengan GH
memerlukan waktu yang lama dan seringkali harus dilakukan dalam beberapa tahun.
Selama terapi tersebut, anak-anak membutuhkan konsultasi reguler kepada dokter
untuk memastikan GH bekerja sesuai yang diharapkan atau menimbulkan masalah
lain.19
Menurut
US National Library of Medicine efek
samping terapi dengan GH antara lain sakit kepala, retensi cairan, nyeri otot
dan sendi, dan tulang pinggul akan tergelincir. Efek samping yang paling
dikenal namun jarang terjadi adalah beningn
intracranial hypertension (BIH). BIH
terjadi pada enam bulan pertama terapi GH yang menyebabkan terjadinya retensi
cairan dan menyebabkan sakit kepala. Gangguan penglihatan dan muntah jarang
terjadi pada terapi GH. Apabila terapi GH dihentikan gejala-gejala efek samping
akan cepatmenghilang. Pemberian GH dilanjutkan dengan dosis rendah dan
ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan dosis GH yang dibutuhkan.19
Berikut
adalah algoritma penatalaksanaan GDH20 :

2.10 Studi
Kasus
Kasus
1.
BA, seorang laki-laki 12 tahun 4
bulan datang kerumah sakit dengan keluhan utama yaitu tinggi yang tidak normal pada umur seusianya. Tinggi kedua
orang tuanya menunjukkan batas normal. Tidak ada riwayat keterlambatan dalam pubertas dalam keluarganya. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan TSH-S
level: 1,54 (0,4 – 4,0) IU/mL, total T4 level: 10 (10 – 12,8) g/dL. Basal GH
level: 0,08 ng/mL, GH stimulation I: 0,1 ng/mL, GH stimulation II: 0,06ng/mL,
GH stimulation III: 0,09 ng/mL. Usia
tulang
9 tahun 9 bulan (usia kronologikal : 12 tahun 4 bulan). Dapat disimpulkan penyebab dari tinggi tubuh yang tidak normal
pada anak ini adalah karena defidiensi GH. Setelah itu diberikan terapi GH dengan dosis 0,9 mg subkutan
di injeksi setiap malam, sekali dalam sehari, 6 kali seminggu (0,2
mg/kgBW/week). Tiga bulan setelah terapi, pasien mengalami perbaikan dalam tinginya.21
Kasus
2.
EM,
laki-laki 14 tahun 4
bulan datang dengan keluhan utama yaitu tinggi yang tidak
normal pada umurnya.
Pada pasien ini juga tidak ditemukan riwayat keterlambatan dalam proses
pubertasnya. Hasil dari pemeriksaan lab : Basal GH level:
2,57 ng/mL, GH stimulation I: 2,02 ng/mL, GH stimulation II: 0,93 ng/mL, GH
stimulation III: 0,2 ng/mL. Data tersebut dapat disimpulkan anak ini mengalami defisiensi GH. Pasien ini diberikan terapi GH dengan dosis 0,95 mg subkutan injeksi setiap malam, sekali dalam sehari, 6 kali seminggu (0,2 mg/kg/minggu).
Setelah 18 bulan pengobatan,
pasien menunjukkan hasil yang baik terhadap pengobatannya dengan perbaikan dalam tingginya.21
Berdasarkan studi kasus di atas,
kami memang tidak medapatkan data
mengenai growth velocity, namun dari data yang menjelaskan mengenai keterlambatan pertumbuhan atau maturasi dari tulang dan tanpa ditemukannya riwayat keterlambatan pubertas pada semua keluarganya, kami dapat menyimpulkan bahwa ini bukanlah variasi yang normal.
Tubuh pendek yang tidak sesuai dengan tinggi normal pada usianya pada kasus ini dapat menjurus kearah
penyakit endokrin. Adanya dugaan
sementara tersebut, kami perlu melakukan pemeriksaan laboratorium seperti fungsi tiroid, basal, dan stimulasi dari GH. Semua tes fungsi tiroid dalam kasus diatas masuk dalam batas normal, namun
basal dan stimulasi
GH level mengindikasikan
respon
yang tidak normal. Berdasarkan data pada setiap kasus diatas, penyebab dari tinggi yang tidak
normal pada semua pasien tersebut dikarenakan defisiensi dari GH atau Growth hormone deficiency (GHD).21
Pasien dengan GHD harus segera diberikan pengobatan begitu setelah diagnosis ditegakkan. Tujuan pengobatan GHD adalah normalisasi dari tinggi pasien semaksimal mungkin untuk mencapai tinggi normal pada saat dewasa.21
2.11
Komplikasi :
Komplikasi
yang mungkindapat terjadi pada pasien defisiensi hormon pertumbuhan adalah sebagai
berikut1 :
- Stenosis spinal
Seseorang
dengan defisiensi hormon pertumbuhan (dwarfisme) biasanya, kanal tulang
belakang lebih kecil dari pada rata-rata. Penyempitan ini dapat memampatkan
saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan komplikasi neurologis yang
serius. Gejala yang biasa timbul pada stenosis tulang belakang: inkontinensia,
refleks tendon berlebihan, gemetar, mati rasa atau kesemutan di kaki, pincang,
dan kelemahan otot. Masalah ini umumnya terjadi pada akhir masa remaja. Jika
stenosis tulang belakang tidak diobati, dapat menyebabkan kelumpuhan progresif
dan masalah kontrol kandung kemih.1
- Infeksi
telinga dan gangguan pendengaran
Telinga
bagian tengah, yang berisi tulang dan tabung eustachius, seringkali lebih kecil
dan sedikit tidak normal pada anak-anak dengan dwarfisme.Anak-anak lebih rentan
terhadap infeksi bakteri pada telinga, yang sering memblokir tabung Eustachio
dan menyebabkan infeksi telinga.1
- Nyeri
sendi dan osteoarthritis
Beberapa
penderita dwarfisme dapat mengalami tubuh yang sangat cacat.Seringkali, dua bagian
dari anggota tubuh yang sama (misalnya kaki dan paha) tidak sejajar. Tungkai
yang cacat tersebut bisa menyakitkan dan dapat membuat berjalan sulit.1
- Palate
sumbing dan malformasi dari gigi dan rahang
Gigi
anak-anak dengan beberapa jenis dwarfisme, seperti sindrom Seckel, dapat tumbuh
di tempat yang abnormal. Rahang atas anak-anak dengan sindrom Turner atau
Seckel, berkembang lebih lambat dari rahang bawah. Rahang bawah, biasanya
tidak terpengaruh, kadang-kadang bergerak kedepan. Pada sindrom Kniestatau
diastrophic displasia dapat terjadi bibir sumbing yang dapat mempengaruhi
rahangatas. Cacat ini dapat dikoreksi melalui pembedahan.1
- Masalah
Pernapasan
Sleep
apnea terdiri dari pernafasan sangat singkat jeda selama tidur. Ditemukan terutama
pada bayi dengan achondroplasia. Hal ini disebabkan oleh foramen magnum
stenosis: Ketika pembukaan di dasar tengkorak dimana tulang belakang lewat (foramen
magnum) terlalu kecil, serabut saraf mengontrol fungsi pernafasan dan denyut
jantung mengalami kompresi. Jika ada stenosis, operasi dapat dilakukan pada 4
sampai 6 bulan.1
- Masalah
neuropsikologi
Dwarfisme
tidak menyebabakan penurunan IQ, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada
kasus hipoglikemi yang berulang yang terjadi pada pasien dwarfisme dapat
terjadi penurunan IQ.1
- Kehamilan
Sebuah
persalinan sesar hampir selalu diperlukan karena ukuran dan bentuk panggul
tidak memungkinkan untuk melahirkan per vagina.Umumnya pasien melahirkan dengan
sectio caesarea antara 35 dan 37 minggu (M. Hakim, 2010). Seringkali janinya
cukup besar, sekitar 2,6 gram.1
2.12 Prognosis
Prognosis untuk setiap
pasien dengan defisiensi hormon pertumbuhan sangat bervariasi. individu yang hanya kekurangan hormon pertumbuhan
maka dapat diberikan terapi penggantian hormon. Keberhasilan pengobatan dengan terapi
hormon pertumbuhan sangat bervariasi namun, peningkatan tinggi yang dapat
dicapai berkisar 10-15 cm pada tahun pertama pengobatan.Setelah tahun pertama
ini, respon terhadap hormon tersebut seringkali tidak berhasil.Oleh karena itu,
jumlah hormon pertumbuhan harus diberikan
tiga kali lipat untuk mempertahankan tingkat ini. Penggunaan jangka
panjang dianggap berhasil jika individu tumbuh setidaknya mencapai tinggi
normal.2
BAB III
KESIMPULAN
Hormon pertumbuhan (Growth hormone/GH) adalah tes pengukur
jumlah hormon pertumbuhan manusia dalam darah. Growth hormone dibuat oleh kelenjar hipofisis dan diperlukan untuk
pertumbuhan. Growth hormone Deficiency
(GHD) merupakan sindrom endokrin yang kompleks, secara umum diketahui sangat
mempengaruhi populasi anak. GHD menyebabkan kelainan pada metabolism substrat,
komposisi tubuh, fisik dan fungsi psikososial. GHD pada dewasa diperkirakan
telah mempengaruhi 1 dari 100.000 orang per tahun, sementara tingkat kejadian
pada masa kanak-kanak adalah 2 kasus per 100.000 penduduk. Defisiensi Growth hormone (GH) dapat terjadi akibat
gangguan terhadap struktur garis tengah hipotalamus dan hipofisis. Sebagian
besar kasus penyebab defisiensi GH idiopatik terjadi akibat defisiensi GH Releasing
Hormone (GHRH). Selain itu, defek atau mutasi dapat juga menyebabkan
defisiensi GH.
Konsekuensi
pada defisiensi hormon pertumbuhan bervariasi tergantung dari ketika umur
berapa kelainan mulai terjadi. Bayi yang kekurangan hormon pertumbuhan dapat
menderita hipoglikemia. Anak-anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan akan
tumbuh lebih lambat daripada anak normal dan jika tidak ditangani dengan baik
akan menjadi pendek ketika dewasa. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosis GHD (Growth
hormone Deficiency) antara lain provocative Growth hormone testing, pengukuran IGF-1 dan IGFBP-3, screening, tes
genetik, dan
imaging.
Ada
beberapa penyakit yang dapat menyerupai GHD ini adalah seperti Idhiopatic
short stature, Constitutional delay in growth, Familial Short Stature, Small
for Gestational Age, Hypotiroidisme, Turner’s Syndrome, Noonaan Syndrome,
Prader Willi Syndrome, George Syndrome, Failure to Thrive.
Penatalaksanaan GDH pada
anak-anak bertujuan untuk normalisasi tinggi pada masa kanak-kanak dan
pencapaian tinggi yang normal saat dewasa. Pemberian GH replacement therapy dimulai dengan dosis dari 0,025 mg/kg/hari
(range 0,025 – 0,05 mg/kg/hari berdasarkan respon GH dan kadar IGF-1 (insulin like growth factor 1).
suka tulisan ini, akan hebat kalau daftar sitasinya tidak disembunyikan
BalasHapus