Senin, 08 Agustus 2016

Fibroadenoma mammae (FAM)

BAB I
PENDAHULUAN
Fibroadenoma mammae (FAM) adalah tumor jinak yang terjadi pada payudara,  berbatas jelas, dan berbentuk benjolan yang dapat digerakkan. Biasanya terjadi pada wanita usia muda, yaitu pada usia remaja atau sekitar 20-25 tahun dan jarang terdapat pada wanita setelah menopause (Jati et al, 2012). Insidensinya sekitar 50% hasil biopsi payudara adalah FAM. Pada perabaan massanya berbatas tegas, kenyal, dapat digoyang, tidak nyeri. Sulit membedakan FAM dengan kista payudara. FAM terjadi akibat proliferasi abnormal jaringan periduktus ke dalam lobulus, dengan demikian sering ditemukan di kuadran lateral atas karena di bagian ini distribusi kelenjar paling banyak. Estrogen, progesteron, kehamilan, maupun laktasi dapat merangsang pertumbuhan FAM (Fadjari, 2012).
Sebagian besar penderita yang datang dengan keluhan benjo
lan di payudara. Suatu penelitian menyebutkan bahwa pada kurun waktu 10 tahun pengamatan,sedikitnya 16% wanita datang dengan keluhan benjolan di payudaranya. Ternyata 8% adalah kanker payudara, terutama pada usia di atas 40 tahun. Gejala subjektif yang dikeluhkan bervariasi dari hanya benjolan yang nyeri/tidak nyeri sampai keluarnya cairan dari puting susu. Usia muda sebagian besar (80-90%) memiliki benjolan payudara yang jinak dan biasanya disertai keluhan. Apabila tanpa keluhan, harus dicurigai kemungkinan kanker payudara. Di antara berbagai jenis tumor jinak payudara,yang tersering adalah kista dan FAM (Fadjari, 2012). FAM lebih sering menyerang pada remaja dikarenakan pada masa ini remaja mudah mengalami stres atau depresi, melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badan serta adanya hormon estrogen yang meningkat aktif. Faktor predisposisi dari fibrioadenoma mammae diantaranya stres, diet, jenis kelamin, dan faktor usia (Jati et al, 2012).
Berdasarkan laporan dari NSW Breast Cancer Institute, FAM umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21-25 tahun, kurang dari 5% terjadi pada usia di atas 50 tahun, sedangkan prevalensinya lebih dari 9% populasi wanita terkena FAM. Terdapat kelainan sebanyak 493 (77.6%) yang merupakan penyakit tumor payudara jinak dan 142 (22.4%) penyakit tumor payudara ganas  pada rentang usia 40-49 tahun dan  kejadian yang paling sering terjadi adalah fibroadenoma 40,5% dengan rentang usia 20-29 tahun.Di Indonesia  data penyakit FAM masih belum lengkap, namun diperkirakan tiap tahun mengalami peningkatan Data dari Jakarta Breast Center, klinik di Jakarta yang mengkhususkan untuk penanganan keluhan pada payudara, menunjukkan bahwa dari 2.495 pasien yang datang pada tahun 2001 sampai 2002, ternyata 79% menderita tumor payudara jinak dan hanya 14% yang menderita kanker (Sidauruk et al, 2011). Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas penting untuk mengetahui dan memahami FAM ini lebih lanjut.



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
FAM adalah kelainan pada jaringan payudara dan pertumbuhan yang berlebihan dari sel-sel yang melapisi saluran air susu di payudara. Neoplasma jinak ini umumnya terdapat pada wanita muda dan jarang ditemukan pada wanita yang sudah mengalami menopause. Benjolan yang ditemukan berasal dari jaringan fibrosa (mesenkim) dan jaringan glandular (epitel), sehingga tumor ini disebut sebagai tumor campuran. Tumor tersebut dapat berbentuk oval atau bulat, bertekstur kenyal atau padat, dan biasanya nyeri (Dent et al, 2013).
2.2 Epidemiologi
FAM merupakan tumor jinak yang paling banyak ditemukan. Menurut penelitian di New York, FAM terdapat seperempat kasus karsinoma, dengan frekuensi enam kali lebih banyak dibanding papiloma duktus. Insiden tertinggi tumor ini terjadi pada dekade tiga meskipun dapat mengenai wanita dengan usia setelah pubertas. Laporan dari NSW Breast Cancer Institute (2012) menyatakan bahwa FAM umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21–25 tahun, kurang dari 5% terjadi pada usia di atas 50 tahun (Franyz et al, 2012).

Penyebab FAM sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan hasil penelitian ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya tumor ini, antara lain riwayat perkawinan yang dihubungkan dengan status perkawinan dan usia perkawinan, paritas, dan riwayat menyusui anak. Menurut penelitian Bidgoli et al (2013) menyatakan bahwa pasien yang tidak menikah meningkatkan risiko kejadian FAM (OR=6.64, CI 95% 2.56–16.31). Hal ini berarti penderita FAM kemungkinan 6,64 kali adalah wanita yang tidak menikah. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa menikah pada umur kurang dari 21 tahun meningkatkan risiko kejadian FAM (OR=2.84, CI 95% 1.23–6.53) artinya penderita FAM kemungkinan 2,84 kali adalah wanita yang menikah pada usia kurang dari 21 tahun. Penurunan paritas meningkatkan insiden terjadinya FAM, terutama meningkat pada kelompok wanita nullipara. Berat badan yang berlebihan dengan indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2 juga menjadi faktor risiko terjadinya FAM (OR=2.45,CI 95% 1.04–3.03) artinya wanita dengan IMT >30 kg/m2 memiliki risiko 2,45 kali menderita FAM dibandingkan wanita dengan IMT normal (Dupont et al, 2013).
2.3 Etiopatogenesis
2.3.1 Etiologi
Penyebab dari FAM masih belum diketahui dan diduga memiliki keterkaitan dengan genetik dan perubahan hormonal. Wanita ras Afrika amerika cenderung memiliki risiko lebih tinggi menderita FAM dibandingkan wanita Kaukasia (Anonim, 2015).
2.3.2 Patofisiologi
FAM merupakan tumor jinak pada payudara yang sering ditemukan pada masa reproduksi. Tumor ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu akibat sensitivitas jaringan setempat yang berlebihan terhadap hormon estrogen sehingga kelainan ini sering digolongkan dalam mamary dysplasia. FAM biasanya ditemukan pada kuadran luar atas yang merupakan lobus yang berbatas jelas dan mudah digerakkan dari jaringan di sekitarnya (Gambar 2.1). FAM biasanya tidak menimbulkan gejala dan ditemukan secara kebetulan dan ditemukan sebagai benjolan tunggal, tetapi sekitar 10%-15% wanita yang menderita FAM memiliki beberapa benjolan pada kedua payudara (Crum & Lester, 2007).
Penyebab munculnya beberapa FAM pada payudara belum diketahui secara jelas dan pasti. Peran peningkatan mutlak atau nisbi aktivitas estrogen diperkirakan memiliki peran terhadap pembentukan tumor ini. Pemeriksaan sitogenetik menunjukkan bahwa sel stroma bersifat monoklonal sehingga mencerminkan elemen neoplastik dari tumor ini. Penyebab proliferasi duktus sampai saat ini belum diketahui. Kemungkinan jika sel stroma neoplastik mengeluarkan faktor pertumbuhan yang memengaruhi sel epitel maka akan menyebabkan proliferasi duktus. Hubungan antara munculnya beberapa FAM dengan penggunaan kontrasepsi oral belum dapat dilaporkan dengan pasti. Adanya kemungkinan patogenesis yang berhubungan dengan hipersensitivitas jaringan payudara lokal terhadap estrogen, faktor makanan, dan faktor riwayat keluarga atau keturunan. Kemungkinan lain adalah bahwa tingkat fisiologi estrogen penderita tidak meningkat tetapi sebaliknya jumlah reseptor estrogen meningkat. Peningkatan kepekaan terhadap estrogen dapat menyebabkan hiperplasia kelenjar susu yang akan berkembang menjadi karsinoma. FAM juga sensitif terhadap perubahan hormonal (Crum & Lester, 2007).
FAM bervariasi selama siklus menstruasi, kadang dapat terlihat menonjol dan dapat membesar selama masa kehamilan dan menyusui. Tumor tersebut tidak menggangu kemampuan seorang wanita untuk menyusui. Sepertiga dari kasus FAM jika dibiarkan ukurannya akan berkurang bahkan hilang sepenuhnya, namun yang paling sering terjadi jika dibiarkan ukuran FAM akan tetap. FAM biasanya bersifat kenyal dan berbatas tegas dan tidak sulit untuk diraba. Apabila benjolan didorong atau diraba akan terasa seperti bergerak-gerak sehingga beberapa orang menyebut FAM sebagai “breast mouse”. FAM biasanya tidak terasa sakit, namun kadang kala akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan sangat sensitif apabila disentuh (Crum & Lester, 2007).
 FAM diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu common fibroadenoma, giant fibroadenoma, dan juvenile fibroadenoma. Common fibroadenoma, jenis FAM yang memiliki ukuran 1-3 cm, disebut juga dengan simpel FAM. Sering ditemukan pada wanita kelompok umur muda antara 21-25 tahun. Ketika FAM dapat dirasakan sebagai benjolan, benjolan itu biasanya berbentuk oval atau bulat, halus, tegas, dan bergerak sangat bebas. Sekitar 80% dari seluruh kasus FAM yang terjadi adalah FAM tunggal (Gambar 2.2). Giant fibroadenoma adalah tumor jinak payudara yang memiliki ukuran dengan diameter lebih dari 5 cm. Secara keseluruhan insiden giant fibroadenoma sekitar 4% dari seluruh kasus FAM. Giant fibroadenoma biasanya ditemui pada wanita hamil dan menyusui. Giant fibroadenoma ditandai dengan ukuran yang besar dan pembesaran massa enkapsulasi payudara yang cepat dan dapat merusak bentuk payudara dan menyebabkan tidak simetris karena ukurannya yang besar, sehingga perlu dilakukan pemotongan dan pengangkatan terhadap tumor ini (Gambar 2.3). Juvenile fibroadenoma biasa terjadi pada remaja perempuan dengan insiden 0,5-2% dari seluruh kasus FAM. Sekitar 10-25% pasien dengan juvenile fibroadenoma memiliki lesi yang multiple atau bilateral. Tumor jenis ini lebih banyak ditemukan pada orang Afrika dan India Barat dibandingkan pada orang Kaukasia (Gambar 2.4) (Crum & Lester, 2007).

Sumber: Crum & Lester, 2007
 
Gambar 2.1 FAM
 

 

 
Sumber: Crum & Lester, 2007
 
Gambar 2.3. Juvenile Fibroadenoma (Massa yang ditunjukkan berbatas tegas dan yang ditunjukkan memiliki permukaan yang
memiliki kapsul yang tebal)
 
 





2.4 Diagnosis
2.4.1 Anamnesis
Hal-hal yang dapat ditanyakan pada anamnesis yaitu sesuai sacred seven dan basic four. Poin penting yang perlu ditanyakan adalah identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, dan pekerjaan. Riwayat penyakit sekarang maupun penyakit terdahulu juga penting ditanyakan untuk mengetahui hubungannya dengan hal yang dikeluhkan oleh penderita. Selain riwayat penyakit, penggunaan obat-obatan, riwayat penyakit pada keluarga juga penting untuk digali. Beberapa penderita juga datang dengan keluhan adanya benjolan atau masa pada payudaranya. Oleh karena itu, harus ditanyakan kepada penderita sejak kapan benjolan tersebut muncul, letak benjolan, dan kecepatan tumbuhnya benjolan tersebut. Selain itu, perlu juga ditanya berbagai keluhan penyerta, seperti ada tidaknya nyeri, jenis, dan jumlah cairan yang keluar dari puting, perubahan bentuk dan ukuran dari payudara, hubungan dengan haid, perubahan pada kulit, dan retraksi puting susu (Fadjari, 2012).
2.4.2 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari FAM yang paling sering dikeluhkan pasien adalah adanya benjolan abnormal pada payudara pasien dan jarang disertai dengan keluhan nyeri karena  masih termasuk dalam kategori jinak. Penegakan diagnosis FAM yang lebih baik dapat ditanyakan juga apakah penderita tersebut mengeluhkan adanya nyeri atau tidak pada benjolan tersebut karena tidak hanya FAM saja yang memiliki gejala seperti adanya masa atau adanya nyeri pada payudara (Fadjari, 2012).
2.4.3 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua pasien dengan faktor risiko tinggi. Pemeriksaan paling baik dilakukan seminggu setelah haid, pada pasien pre-menopause jauh lebih sulit dibandingkan post menopause. Pada saat teraba adanya massa, dimana massa harus teraba secara tiga dimensi dengan batas yang jelas serta konsistensinya berbeda dengan jaringan sekitar serta tidak dipengaruhi oleh siklus haid. Pemeriksaan tersebut dapat diulang seminggu sebelum dan sesudah haid. Keganasan dapat dicurigai apabila konsistensinya kenyal-keras, batas tidak tegas, terfiksasi ke jaringan sekitarnya, ditemukan retraksi kulit atau putih susu, dan ditemukan luka atau cairan sero-sanguinus dari putting susu. Pemeriksaan fisik ini bisa dilakukan secara mandiri dan dapat digunakan sebagai skrining awal adanya kelainan pada payudara (Fadjari, 2012).
Tahapan pemeriksaan payudara dilakukan terhadap kedua payudara, sehingga harus dibandingkan payudara satu dengan lainnya, dan diperiksa secara bergantian. Pertama pasien berdiri di depan cermin dalam keadaan bagian dada tidak tertutup pakaian apapun, kemudian perhatikan bentuknya simetris atau tidak, ada tidaknya kemerahan di payudara. Perhatikan puting susu dan sekitarnya, adakah luka atau puting tertarik ke dalam (Gambar 2.5). Kedua angkat kedua lengan ke atas dengan telapak tangan diletakkan di daerah belakang kepala, sedikit di atas leher. Apabila gerakan ini dilakukan, seharusnya payudara akan terangkat ke atas secara sehingga akan tampak simetris. Perhatikan ada tidaknya daerah yang tertarik ke dalam. Perhatikan adakah kelainan pada kulit payudara yang menyerupai kulit jeruk (Gambar 2.6). Selanjutnya turunkan salah satu lengan, kemudian raba dengan telapak jari-jari tangan (Gambar 2.7). Berhenti sebentar, lalu raba dengan gerakan memutar dengan sedikit penekanan pada payudara. Lalu geser ke daerah lain, berhenti lagi sambil diraba dengan gerakan memutar (Gambar 2.8). Lakukan hal ini berulang-ulang sampai seluruh bagian payudara selesai diperiksa. Kemudian lakukan pemeriksaan pada daerah sekitar payudara sampai ketiak dengan gerakan memutar seperti saat memeriksa payudara. Perhatikan ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan terakhir adalah gerakan mengurut dari arah dasar payudara ke arah puting, lalu beri sedikit penekanan di puting susu terus ke depan (Fadjari, 2012).
Text Box: Sumber: Fadjari, 2012, 308-310.
.
 









Gambar 2.5 Perhatikan puting susu





Text Box: Sumber: Fadjari, 2012, 308-310.
.
Text Box: Sumber: Fadjari, 2012, 308-310.
.
Text Box: Gambar 2.7 Gerakan memutar dan sedikit penekanan pada seluruh area payudara


Text Box: Gambar 2.8 Pemeriksaan daerah sekitar payudara sampai ketiak
 











                                                                       

2.4.4 Pemeriksaan penunjang
2.4.4.1 Mamografi
Pasien dengan usia diatas 30 tahun menggunakan mamografi digunakan sebagai alat bantu diagnostik utama. Pada mamografi lesi dicurigai ganas apabila menunjukkan salah satu atau beberapa gambaran yaitu lesi asimetris, kalsifikasi pleomorfik, tepi ireguler atau berspikula, terdapat peningkatan densitas dibandingkan sekitarnya. Mamografi memiliki sensitivitas 82,3% dengan spesifisitas 91,2%. Ketika mendapatkan hasil negatif pada mamografi tetap harus dilakukan pemeriksaan lanjutan.
2.4.4.2 Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) sangat berguna untuk membedakan lesi solid dan kistik setelah ditemukan kelainan pada mamografi. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan pada kondisi klinis tertentu, misalnya pada wanita hamil yang mengeluh ada benjolan di payudara sedangkan hasil mamografi nya tidak jelas walaupun sudah diulang, serta USG dapat digunakan untuk panduan saat biopsi jarum atau core biopsy. Hasil pemeriksaan USG maupun mamografi dapat diklasifikasikan menurut panduan The American College of Radiology yang dikenal sebagai ACR-BIRADS tertera dalam tabel (Tabel 2.1) (Fadjari, 2012).
Tabel 2.1
Panduan USG dan mamografi ACR-BIRADS oleh The American College of Radiology.
Kategori
Keterangan
0
Harus dilakukan mamografi untuk menentukan diagnosis

1
Negatif atau tidak ditemukan lesi
2
Jinak, biasanya kista simpleks
3
Kemungkinan jinak. Sering ditemukan pada FAM. Ulang USG tiga sampai enam bulan

4
Curiga abnormal, harus dibiopsi
5
Sangat curiga ganas, dikelola sesuai panduan kanker payudara dini
Text Box: Sumber: Fadjari, 2012, 308-310.

6
Kanker, hasil biopsi memang benar keganasan payudara, dikelola sebagai kanker payudara dini.

2.4.4.3 Biopsi
Tidak semua kasus dengan benjolan payudara dilakukan biopsi. Beberapa panduan klinis lebih menganjurkan core biopsy sebagai pilihan pertama. Apabila tidak ada fasilitas biopsi, maka biopsi insisi atau ekstirpasi sebagai gantinya. Biopsi aspirasi dengan jarum halus tidak dianjurkan, kecuali dilakukan oleh ahli yang berpengalaman. Indikasi biopsi adalah kista asimptomatik dan massa padat kategori empat (Fadjari, 2012). Diagnosis FAM dapat dilakukan dengan mengikuti alur diagnosis yang ada pada bagan berikut (Gambar 2.9) (Fadjari, 2012).
 























2.5 Penatalaksanaan
FAM mayoritas akan tumbuh lambat dan sekitar dua sampai tiga sentimeter dapat terdeteksi ketika remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa ukuran tetap statis atau dapat diatasi dengan manajemen konservatif yang meliputi pengamatan klinis dengan pemantauan lebih dari dua sampai tiga bulan (Jones & Pruthi, 2013). FAM dapat dengan aman diobservasi apabila tingkat pertumbuhan volume kurang dari 16% pada wanita yang kurang dari 50 tahun dan kurang dari 13% per bulan pada mereka yang lebih dari 50 tahun (Hudyono & Putri, 2014). Eksisi bedah dilakukan apabila terjadi ketidaknyamanan (Jones & Pruthi, 2013). Benjolan diangkat apabila terdapat nyeri dan gejala lainnya dan terdapat tanda-tanda keganasan. Apabila benjolan tidak diangkat, maka dilakukan pengamatan klinis dengan menggunakan mamogram, pemeriksaan fisik dan USG. Benjolan juga dapat dibunuh dengan tidak mengangkat benjolan tersebut yaitu dengan menggunakan crioablasi (Anonim, 2015).
2.5.1 Crioablasi
Crioablasi merupakan teknik yang dilakukan dengan cepat dan efisien, dilakukan untuk membekukan FAM hingga mati. Prosedur ini hanya membekukan benjolan saja sehingga jaringan sehat dapat mengambil alih. Prosedur ini relatif sederhana dan meninggalkan bekas luka kecil. Crioablasi dilakukan dengan panduan USG (Hudyono & Putri, 2014). Crioablasi dapat dilakukan pada FAM yang tanpa disertai gejala dan pasien dengan payudara yang kecil. Tumor dengan ukuran kurang dari empat sentimeter dan dengan jumlah kurang dari tiga dapat dilakukan prosedur ini, tentu dengan tidak adanya komponen keganasan dan tidak ada kecenderungan pendarahan ataupun infeksi lokal pada kulit (Xu, 2012). Cryoprobe dimasukkan ke dalam payudara pasien dengan panduan USG menuju tempat lesi dan dilakukan pengukuran diameter cross sectional. Upaya ini dilakukan dengan tujuan menempatkan probe melalui sumbu panjang FAM. Real-time USG juga digunakan secara bersamaan untuk memandu pembentukan bola es. Pembentukan ini sangat memungkinkan untuk dipantau dengan USG karena sangat ekogenik. Tetesan dan suntikan salin steril di antara kulit dan pembentukan bola es ini akan meningkatkan jarak satu sama lain (Hudyono & Putri, 2014).  Es akan maju setidaknya lima milimeter dari permukaan sehingga kulit menjadi terlindungi (Jones & Pruthi, 2013; Hudyono & Putri, 2014). Waktu pembekuan bergantung pada ukuran lesi dan vaskularisasi lokal tetapi berkisar 6−30 menit (Jones & Pruthi, 2013). Apabila pasien memiliki dua benjolan yang bersebelahan, keduanya akan dikerjakan sebagai satu target dengan probe melewati bagian tengah dari kedua benjolan. Hampir tidak dirasakan nyeri pada prosedur ini dan baik secara kosmetik karena skar yang ditinggalkan sangat minimal, tidak ada mengangkat jaringan dan dilaporkan tidak menimbulkan efek yang serius (Gambar 2.10) (Xu, 2012).
repro 1.jpg
 




Sumber: http://ogdenregonal.com
Gambar 2.10 A) Probe diletakkan melalui insisi kecil pada payudara. B) Terjadi pembentukan bola es dan suhu dingin yang ekstrim akan mematikan jaringan tumor. C) Probe dilepaskan dan perban ditempelkan
2.5.2 Radiofrequency-ablation (RFA)
Prosedur ini dilakukan untuk mengambil benjolan tanpa operasi terbuka. Energi panas yang digunakan pada prosedur ini mengakibatkan destruksi jaringan lokal. Sama halnya dengan crioablasi, prosedur ini juga memerlukan panduan dari USG, infus lokal peritumoral salin steril atau dekstrosa 5% dilakukan apabila batas antara tumor dan kulit atau dari tepi tumor ke dinding dada atau otot pectoralis kurang dari satu sentimeter. Hal tersebut dilakukan agar kulit dan otot menjadi terlindungi oleh panas. Kerusakan jaringan akan tercapai melalui intensitas panas yang dihasilkan oleh suatu elektroda pada gelombang 460-50 kHz. Arus listrik yang dihasilkan tersebut menyebabkan masuknya gelombang elekromagnetik yang dapat mengganggu muatan ion pada jaringan yang bersebelahan, sehingga menimbulkan gesekan panas yang akan menginduksi efek yaitu akan terjadi denaturasi protein selular dan nekrosis koagulasi sel. Suhu menjadi meningkat antara 45oC−50oC, bersamaan dengan itu sel tumor mulai mati dan akan terbentuk area nekrosis yang terlokalisisr disekitar elektroda (Gambar 2.11) (Hudyono & Putri, 2014).
repor 2.jpg
Sumber: Hudyono & Putri, 2014.
Gambar 2.11 Prosedur RFA dengan zona pembekuan yang mengelilingi probe
2.5.3 Mammotome Biopsy
Ultrasound-guided Vacuum-Assisted Breast Biopsy (VABB) merupakan metode minimal invasif  yang aman dan efektif untuk mendiagnosis dan mengobati lesi payudara yang jinak tanpa adanya komplikasi yang serius. VABB dengan menggunakan mammotome biopsy merupakan salah satu pengobatan dari lesi payudara dengan insisi kecil tanpa scar ataupun komplikasi. VABB lebih dominan digunakan pada pasien dengan ukuran lesi kurang dari tiga sentimeter, pasien dengan perencanaan kehamilan, pasien yang merasa cemas dengan lesi yang dimiliki, terdapat rasa nyeri dan terdapat gejala lainnya, dan bisa juga dilakukan pada pasien yang mengalami pembesaran lesi selama follow up. Prosedur ini juga diketahui dapat dilakukan pada pasien yang menolak eksisi walaupun lesi yang dimiliki lebih dari tiga sentimeter, hal tersebut dipilih agar menghindari skar. Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki alergi dengan anastesi lokal dan pasien dengan infeksi kulit yang aktif (Gambar 2.12).
Skar yang ditimbulkan dari prosedur ini pun tidak terlalu terlihat, hanya sepanjang z-axis pada alat biopsi. Selama prosedur dilakukan pasien berada dalam posisi supinasi dengan lengan ipsilateral diatas kepala. Selanjutnya, diberi anastesi lokal berupa 1% lidokain dan diberi bersama epinefrin dengan perbandingan 1:100.000 kemudian kulit di insisi sebesar 3−5 mm untuk mempersiapkan akses alat. Probe diposisikan dibawah dari lesi dipandu dengan USG. Selama prosedur dilakukan, jarum di putar dengan sudut 450 pada sisi lesi. Dan jaringan di aspirasi dengan menggunakan vacuum suction. Timbulnya jaringan lemak pada bagian inti merupakan tanda bahwa lesi telah terpotong (Jiang et al, 2013). Komplikasi tersering dari prosedur ini adalah pembengkakan. Keberhasilan dan keamanan prosedur ini dengan harga yang tidak mahal dan dengan teknik yang mudah menyebabkan teknik ini sangat banyak digunakan (Kim & Lakoma, 2014).
repro 3.jpg 






Gambar 2.12 Vacuum assisted biopsy
2.5.4 Endoskopi
Operasi payudara dengan endoskopi digunakan untuk menghilangkan FAM. Eksisi endoskopi menggambarkan metode baru reseksi endoskopi FAM dengan membentuk ruang subkutan yang dipertahankan dengan insuflasi kontinyu dari karbon dioksida melalui penggunaan sayatan aksila kecil yang menyediakan area anatomis berdekatan sehingga terdapat akses sembari menjaga agar tidak terdapat bekas luka.
Sisi payudara yang akan dibedah, diatur dengan monitor di atas kepala pasien. Sistem monitor endoskopi yang kaku dan lurus, 10 mm, pada rigid scope 0°. Alat laparoskopi konvensional digunakan dengan coagulator monopolar. Posisi pasien dalam posisi terlentang di bawah anestesi umum, ekstremitas atas dinaikkan dan di abduksi disebelah kepala pasien, agar tidak mengganggu manuver operasi. Sayatan kulit dibuat, melalui sayatan ini endoskopi kaku 0º dan tetap dengan jahitan purse-string.  Ruang subkutan dibuka dengan diseksi tumpul dengan trocar bladeless di bidang avaskular antara kulit payudara dan permukaan anterior dari kelenjar susu di margin superior lesi. Kemajuan ke arah payudara dipandu oleh palpasi trocar dengan tangan kiri.
Tabung CO2 dihubungkan ke lubang dan di ruang pembedahan aliran CO2 konstan dipertahankan dengan menyesuaikan tingkat insuflasi gas agar tidak melebihi 1,5 liter / menit, pada tekanan antara enam dan delapan milimeter air raksa yang mempertahankan ruang kerja. Rigid scope 0° dimasukkan dan gerakan menyapu dibuat dengan sekitar tumor, sambil menghindari pembuluh darah yang melewati jaringan subkutan. Trocar lima milimeter kemudian digunakan di segitiga bawah kontrol endoskopi. Diseksi dilanjutkan sekitar tumor dengan menggunakan dissector laparoskopi dan gunting monopolar laparoskopi. Setelah tumor diisolasi dari semua lingkar itu ditarik keluar melalui lubang 12 mm dan dibawa keluar dalam dua bagian. Sebuah saluran Penrose dimasukkan dan ditaruh di rongga yang dibedah. operasi ini kisarannya berlangsung selama 195 menit (Euginia, 2010).
2.5.5 Lumpectomy
FAM adalah tumor jinak payudara yang efektif diobati dengan eksisi lokal yang terdiri dari lumpectomy. Lumpectomy dapat menyebabkan perubahan ukuran payudara atau bentuknya. Jika tumor tidak dapat dilihat atau dirasakan, ahli bedah akan menggunakan prosedur sebelum operasi untuk mencari dan menandai tumor menggunakan mammogram atau USG (Limite et al, 2013).
Dokter bedah  mungkin akan memberi tanda pada payudara untuk menunjukkan tempat insisi (pembedahan) yang akan dibuat. Biasanya ini dilakukan dengan felt-tip marker. Operasi lumpectomy akan memakan waktu sekitar 15-40 menit. Dokter bedah akan melakukan operasi dengan semacam pisau bedah listrik yang menggunakan panas untuk meminimalkan perdarahan. Sebagian besar ahli bedah menggunakan sayatan yang melengkung yang mengikuti kurva alami payudara sehingga memungkinkan proses penyembuhan yang lebih baik. Apabila tumor bisa dilihat atau dirasakan, dokter bedah akan mengangkatnya bersama dengan tepi jaringan yang sehat di sekitarnya. Setelah semua selesai, dokter bedah akan menjahit untuk menutup sayatan dan membalut luka (Limite et al, 2013).
2.6 Komplikasi
Komplikasi FAM meliputi aspek psikologi, gangguan dalam aktivitas sehari-hari, tumor jinak menjadi ganas, dan adanya metastasi ke jaringan organ lain. FAM mempunyai risiko yang sangat rendah untuk menjadi tumor ganas. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah berlakunya pembesaran yang terlalu pada tumor tersebut yang bisa menyebabkan terjadinya deformitas bentuk payudara penderita. Kasus tertentu sangat jarang FAM yang kemudian akan berubah menjadi kanker (Fadjari, 2012).
2.7 Prognosis
Prognosis dari FAM adalah baik ketika diangkat dengan sempurna, tetapi apabila masih terdapat jaringan sisa pada saat operasi dapat kambuh kembali (Fadjari, 2012).



















BAB III
KESIMPULAN
Fibroadenoma mammae (FAM) adalah kelainan jaringan payudara dan pertumbuhan yang berlebihan dari sel yang melapisi saluran air susu di payudara. Menurut NSW Breast Cancer Institute (2012), FAM umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21–25 tahun, kurang dari 5% terjadi pada usia di atas 50 tahun. Penyebab FAM masih belum diketahui dan diduga memiliki keterkaitan dengan genetik dan perubahan hormonal. FAM diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu common fibroadenoma, giant fibroadenoma, dan juvenile fibroadenoma. Diagnosis FAM dilakukan dengan anamnesis yaitu sesuai sacred seven dan basic four, mengetahui tanda dan gejala FAM, melakukan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan FAM berupa crioblasi, radiofrequency-ablation (RFA), mammotome biopsy, endoskopi, dan lumpectomy. Komplikasi FAM meliputi aspek psikologi, gangguan dalam aktivitas sehari-hari, tumor jinak menjadi ganas, dan adanya metastasi ke jaringan organ lain. Prognosis dari FAM adalah baik ketika diangkat dengan sempurna, tetapi apabila masih terdapat jaringan sisa pada saat operasi dapat kambuh kembali.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar