BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak ialah suatu kondisi
kekeruhan lensa karena adanya hidrasi (penambahan cairan), denaturasi protein ataupun
kedua-duanya. Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun
penyakit ini tidak jarang dijumpai pada bayi baru lahir atau sering juga
disebut katarak kongenital. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai
terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital dapat menyebabkan kebutaan pada bayi apabila penanganannya kurang
tepat.1
Katarak kongenital
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri,
diabetes mellitus, hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik dan
histoplasmosis. Katarak kongenital tidak bermanifestasi sebagai penyakit
tunggal dan biasanya disertai oleh penyakit lain seperti mikroflamus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, heterokromia iris, lensa ektopik, displasia retina,
dan megalokornea.1
Katarak kongenital diduga
sebagai penyebab kebutaan lebih dari 1 juta anak di Asia. Di negara berkembang
seperti India, 7,4 sampai 15,3% kebutaan anak-anak terjadi karena katarak.
Prevalensi katarak pada anak diestimasikan antara 1 sampai 15 per 10.000 anak.
Keturunan, penyakit metabolik, penyakit mata dan trauma telah diketahui menjadi
faktor risiko katarak pada anak walaupun ada beberapa kasus yang penyebabnya
masih belum diketahui.2
Tingginya
angka kejadian katarak kongenital di masyarakat melatarbelakangi penulis untuk melakukan clinical review mengenai katarak kongenital, mulai dari definisi,
epidemiologi, etiologi, patofiologi, manifestasi klinis, kriteria diagnosis,
diagnosis banding, prognosis dan treatment.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa definisi katarak kongenital?
2.
Apa saja etiologi katarak kongenital?
3.
Bagaimana patofisiologi katarak
kongenital?
4.
Bagaimana gambaran klinis katarak
kongenital?
5.
Bagaimana cara diagnosis katarak
kongenital?
6.
Apa saja diagnosis banding katarak
kongenital?
7.
Bagaimana penatalaksanaan katarak
kongenital?
8.
Bagaimanakah pencegahan katarak
kongenital?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk
mengetahui :
1.
Definisi katarak kongenital
2.
Etiologi katarak kongenital
3.
Patofisiologi katarak kongenital
4.
Gambaran klinis katarak kongenital
5.
Cara diagnosis katarak kongenital
6.
Diagnosis banding katarak kongenital
7.
Penatalaksanaan katarak kongenital
8.
Pencegahan katarak kongenital
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan tinjauan pustaka ini adalah
untuk menambah pengetahuan para mahasiswa mengenai penyakit katarak kongenital,
sehingga nantinya dapat diaplikasikan saat menempuh jenjang klinis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Katarak
Kongenital
Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dari bayi
berusia kurang dari 1 tahun dan merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.1,3
Pada katarak kongenital terjadi kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir,
dan terjadi akibat adanya gangguan embrio intrauterin. Kelainan ini biasanya
tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan lensa sangat tergantung
pada waktu terjadinya gangguan metabolisme serat lensa. Katarak kongenital dapat terjadi unilateral (pada
1 mata bayi) maupun bilateral (pada
kedua mata bayi) dan penyebabnya bermacam-macam. Katarak kongenital digolongkan
menjadi : 1
- Katarak kapsulolentikular, yang termasuk
dalam golongan ini yaitu katarak kapsular dan katarak polaris.
- Katarak lentikular, yang termasuk dalam
golongan ini katarak yang mengenai korteks atau nukleus lensa saja.
Terdapat
bentuk-bentuk katarak kongenital seperti:1
- Anterior
polar/katarak piramidalis : katarak terlihat jelas, terletak di bagian
depan dari lensa mata dan biasanya diturunkan.
- Posterior
polar/katarak piramidalis : katarak terlihat jelas, tetapi muncul di
bagian belakang lensa mata.
- Katarak
nuklear : muncul di bagian tengah lensa. Merupakan jenis katarak yang
lazim pada pembentukan katarak kongenital.
- Katarak serulean
: biasanya ditemukan di kedua mata
bayi dan dibedakan dengan bintik kecil dan kebiruan pada mata.
Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama
akibat penanganannya yang kurang tepat.1
2.2 Etiologi Katarak
Kongenital
Penyebab katarak kongenital atau katarak
anak dapat dibagi menjadi:1
1. Intrauterin: Infeksi (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus,
herpes, varicella, syphilis), penggunaan obat (kortikosteroid, vitamin A),
radiasi ion (X-ray), gangguan metabolik (maternal diabetes).
2. Hereditary (keturunan)
3. Kromosomal: Down syndrome (trisomy 21), Turner
syndrome
4. Ekstrinsik: malnutrisi, dehidrasi
akut
5. Penyakit metabolik: galaktosemia, hipokalsemia
6. Trauma
Untuk mengetahui
penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu
seperti rubella pada kehamilan
trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Terkadang pada ibu hamil
tedapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali. Bila katarak
disertai dengan uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini
terjadi akibat galaktosemia. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi
prematur dan retardasi mental. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu
dilakukan karena ada hubungan antara katarak kongenital dengan diabetes
mellitus, kalsium dan fosfor. Hampir 50 % dari katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.1
Seorang dokter mata bernama Sir Norman McAlister Gregg
pada tahun 1941 yang bekerja di Sydney, Australia melaporkan beberapa kasus
katarak kongenital, penyakit jantung kongenital, dan tuli yang dihubungkan
dengan infeksi rubella selama
kehamilan. Ini menunjukan bahwa agen virus adalah teratogenik. Distribusi virus
rubella sangat luas dan merupakan
penyebab terbesar kasus kebutaan pada negara berkembang, dan jarang ditemukan
di Amerika Serikat semenjak persebaran vaksin pada tahun 1969.4
Infeksi virus Varicella zoster berhubungan dengan manifestasi
okular pada sindrom varicella
kongenital, termasuk khorioretinitis, atropi dan hipoplasia pada kedua saraf
optik, katarak kongenital dan sindrom Horner. Infeksi virus Epstein-barr juga dilaporkan berhubungan dengan katarak kongenital
dalam dua dari lima kasus. Agen ini menghasilkan sakit ringan pada ibu, akan
tetapi transmisi virus ke janin melalui plasenta menimbulkan efek toksik dan
teratogenik karena imaturitas imun yang menyebabkan bayi tidak bisa
mengeleminasi organisme virus.4
Katarak
kongenital unilateral umumnya tidak berhubungan dengan penyakit sitemik, jarang
diturunkan dan sebagian besar idiopatik. Katarak pada bagian anterior lensa
disebabkan oleh pemisahan abnormal vesikel lensa pada awal kehamilan dan
dihubungkan dengan sisa-sisa lentis
vasculosa tunica. Katarak posterior dihubungkan dengan sisa dari sistem vascular hyaloids primitif (bintik mittendorf) atau dengan lenticonus/lentiglobus. Penting melakukan pemeriksaan pada bagian mata
yang lain secara hati-hati untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya kelainan
mata bilateral. Pemeriksaan pada kedua orang tua perlu dilakukan, khususnya
pada negara berkembang, karena sekitar satu per tiga katarak bilateral
merupakan penyakit turunan (tanpa penyakit sistemik) dan sebagian besar diturunkan.
Penelitian di Australia mencari tahu penyebab dari katarak pada anak selama
lebih dari 25 tahun. Mereka mengidentifikasi 39 keluarga dan menemukan pola
dari turunan penyakit adalah dominan autosomal pada 30 keluarga, X-linked pada 4 keluarga, resesif
autosomal pada 2 keluarga dan tidak diketahui pada 3 keluarga.5
2.3 Patofisiologi
Katarak Kongenital
Mekanisme terjadinya
katarak kongenital masih sangat kompleks dan belum sepenuhnya dipahami.
Meskipun demikian, mekanisme terjadinya katarak secara umum telah dipelajari.
Katarak kongenital terjadi karena infeksi pada waktu kehamilan oleh virus,
gangguan metabolik maupun karena janin mengalami gangguan genetik. Katarak
terbentuk karena adanya kekacauan pada sistem metabolisme lensa yang
menyebabkan fungsi protein terganggu. Virus yang paling sering menyebabkan
katarak kongenital ialah rubella.
Katarak kongenital juga terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa
pada saat pembentukan serat lensa, gangguan metabolisme jaringan lensa pada
saat bayi masih di dalam kandungan dan gangguan metabolisme oksigen, yang dikarenakan
beberapa faktor seperti genetik, infeksi, masalah metabolisme, diabetes,
trauma, inflamasi dan reaksi obat.6,7
Virus rubella dapat mempengaruhi semua organ
dan dapat menimbulkan kecacatan pada janin. Resiko tertinggi janin terinfeksi
virus rubella oleh ibu yang
terinfeksi yaitu selama trimester pertama kehamilan. Transmisi virus rubella melalui respirasi. Replikasi
virus diduga terjadi di nasofaring dan kelenjar getah bening. Virus rubella memasuki janin selama fase viremik
maternal melalui plasenta. Fase viremik
terjadi 5-7 hari setelah paparan dengan penyebaran virus di seluruh tubuh.
Kerusakan pada janin terjadi melalui penghancuran sel yang cepat (mitotic arrest). Pada kasus katarak kongenital, virus rubella diduga menyebabkan kerusakan dan
kekacauan pada perkembangan struktur
lensa dan metabolisme lensa.8
Mutasi gen memainkan
peran pada pertumbuhan katarak. Percobaan menggunakan tikus katarak menemukan terjadinya
mutasi pada gen yang mengkode enzim galaktokinase, protein asosiasi membran (connexin43, connexin46, dan connexin 50),
protein sitoskeletal (filensin, phakinin,
dan vimentin), protein struktural
(gen α-crystallin), protein pemberi sinyal sel (gen
PAX6, gen Pitx3, gen FOXE3, gen FOXC1, gen
EFNA5, gen EPHA2). Meskipun beberapa
penelitian menjelaskan keterkaitan mutasi gen dan katarak mekanismenya masih
belum dapat dipahami sepenuhnya.7
Mutasi pada gen pengkode
enzim galaktokinase (GALK1) di jalur
galaktosa telah dipahami sebagai salah satu penyebab timbulnya katarak pada
bayi. Galaktokinase berfungsi untuk mengkatalisis galaktosa menjadi
galaktosa-1-fosfat. Dalam keadaan patologis, galaktosa terakumulasi dalam lensa
dan diubah menjadi galaktikol (gula alkohol) oleh aldosa reduktase. Akumulasi
galaktikol menyebabkan masuknya air ke lensa dan menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik yang berujung pada terbentuknya katarak.7
2.4 Gambaran Klinis
Katarak Kongenital
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala
subjektif. Pasien dewasa biasanya melaporkan penurunan ketajaman fungsi
penglihatan dan merasa silau. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan
seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan menjadi bayangan yang terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah
melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan,
abu-abu atau putih. Namun pada penderita katarak kongenital, tidak ditemukan
adanya keluhan spesifik seperti yang disebutkan di atas, keluhan biasanya
datang dari orang tua penderita akibat terlihatnya kekeruhan pada lensa.1,9
2.5 Diagnosis Katarak
Kongenital
Pemeriksaan mata yang
menyeluruh oleh seorang dokter dapat mendiagnosis katarak kongenital secara
dini. Katarak kongenital dapat dideteksi dini dengan pemeriksaan darah,
amniosintesis dan pemeriksaan aspirasi jaringan plasenta bila diduga infeksi
intrauterin. Diagnosis katarak ditegakkan dengan anamnesis adanya putih pada
mata atau seperti mata kucing sejak lahir.10
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata (dilatasi pupil) tidak hanya untuk melihat
adanya katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di
dalam rahim dan jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi
fundus direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan
bilateral. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan untuk pemeriksaan katarak antara lain pemeriksaan
darah lengkap, BUN (Blood Urea Nitrogen),
titer TORCH (Toxoplasma, virus rubella, cytomegalovirus
dan virus herpes) dan VDRL (Venereal
Disease Research Laboratory) tes, tes reduksi urin, red cell galactokinase, pemeriksaan urin asam amino, kalsium, dan
fosfor. Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi.11
Prognosis katarak
kongenital secara umum kurang memuaskan dan dapat menimbulkan komplikasi
apabila tidak ditangani. Anak dapat mengalami gangguan perkembangan penglihatan
bahkan kebutaan. Komplikasi lain yang bisa dialami antara lain ambliopia (mata
malas), strasbismus dan glaukoma.1 Banyaknya komplikasi yang mungkin
ditimbulkan menegaskan betapa pentingnya melakukan deteksi dini dan pemeriksaan
pada ibu ataupun bayi yang beresiko tinggi mengalami katarak kongenital.
2.6 Diagnosis Banding
katarak Kongenital
Katarak kongenital seringkali
susah dibedakan dengan retinoblastoma karena keduanya memiliki ciri yang hampir
sama. Ciri khas yang ditemukan pada keduanya yakni adanya leukokoria (putih
pada pupil) atau lebih dikenal dengan cat’s
eye. Gejala lain yang sering ditemukan pada pasien retinoblastoma antara
lain strabismus, glaukoma dan proptosis. Penegakan diagnosis untuk menentukan apakah
seorang anak menderita retinoblastoma atau katarak kongenital yaitu dengan
pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dan CT-Scan. Pemeriksaan USG retinoblastoma
menunjukkan adanya kalsifikasi pada daerah retina dan vitreous. Uveitis
intrauterin juga bisa dijadikan diagnosis banding katarak kongenital karena
memiliki ciri leukokoria pada mata. Beda keduanya dapat ditentukan melalui
pemeriksaan oftamologis. Hasil oftamologis uveitis intrauterin menunjukkan
adanya seklusio pupil serta adanya membran pada pupil, sedangkan pada katarak
kongenital hanya ditemukan kekeruhan pada lensa.10
2.7 Penatalaksanaan
Katarak Kongenital
1. Operasi
bedah
Operasi
katarak harus dilakukan ketika pasien berumur kurang dari 17 minggu. Kebanyakan
dokter mata melakukan pembedahan lebih awal untuk mencegah ambliopia yang sifatnya
ireversibel.12
Managemen
katarak kongenital disesuaikan dengan umur pasien. Pasien dewasa yang menunda pembedahan
dalam beberapa tahun tidak mempengaruhi hasil penglihatan. Bayi dengan katarak
yang tidak diangkat selama tahun pertama kehidupan, kondisi penglihatannya
tidak akan kembali setelah operasi. Aphakia (tidak adanya lensa mata) pada
orang dewasa dapat dibenahi kemudian, namun pada anak-anak, jika aphakia tidak
dibenahi maka penglihatan tidak akan berkembang dengan normal.12 Metode
bedah yang dapat digunakan antara lain:
a. Lensektomi
Pembedahan
tipe ini akan mengangkat sebagian besar lensa (termasuk kapsul posterior) dan
vitreous anterior, lalu akan meninggalkan visual aksis yang bersih secara
permanen.12
b. Intra Ocular Lense (IOL)
Ketika
lahir, lensa bayi akan lebih bulat daripada orang dewasa. Hal ini berarti IOL
yang memberikan penglihatan normal pada bayi akan mengarah pada miopi yang
signifikan ketika dewasa. Impantasi IOL telah menjadi hal yang rutin untuk anak
yang lebih tua, namun masih kontroversial pada anak yang lebih kecil, khususnya
di bawah 2 tahun.12
Anak-anak sering secara optik dibenarkan dengan lensa intra okuler
setelah operasi katarak. Asrani, dkk. melaporkan penurunan insiden glaukoma sudut terbuka pada anak
yang lebih tua saat impantasi IOL primer setelah operasi katarak.13
c.
Ekstraksi katarak ekstra kapsular
Ekstrasi katarak ekstrakapsular dengan kapsulektomi
posterior primer dan anterior vitrektomi adalah pilihan prosedur yang
disarankan. Kapsul anterior anak-anak lebih elastis daripada lensa
orang dewasa, hal tersebut membuat curvilinear
capsulorhexis (CCC) lebih sulit.12
d.
Ekstraksi katarak intrakapsular
Ekstraksi katarak intrakapsular pada anak-anak memiliki
kontraindikasi karena traksi vitreous dan kehilangan ligamen kapsulohyaloid wieger.
Instrumentasi vitrektomi adalah metode yang lebih dianjurkan oleh karena
material lensa sangat lembut. Keseluruhan prosedur dapat dilakukan menggunakan satu
instrument intraokular.12
2. Konsultasi
Tujuan utama melakukan konsultasi dengan dokter
special mata yakni untuk menentukan diagnosis yang tepat mengenai keadaan yang
ditemukan pada anak. Diagnosis yang tepat akan mengarahkan kita kepada penatalaksanaan
yang tepat pula, sehingga nantinya dapat mencegah komplikasi seperti ambliopia,
strasbismus, maupun glaukoma.12
2.8
Pencegahan Katarak Kongenital
Katarak
merupakan kelainan yang sulit untuk dicegah khususnya jika terdapat faktor
keturunan atau genetik. Dokter harus melakukan tindakan pencegahan selama masa
kehamilan seperti memastikan bahwa ibu telah mendapat vaksinasi rutin, sehingga
dapat mengurangi potensi seorang bayi terlahir dengan katarak kongenital.
Ketika seorang ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan katarak
kongenital ingin merencanakan kehamilan berikutnya, diharapkan untuk melakukan
konsultasi genetik dengan dokter.14
BAB
III
SIMPULAN
Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dari bayi
berusia kurang dari 1 tahun dan merupakan penyebab utama kebutaan pada anak. Penyebab
katarak kongenital atau katarak anak bisa disebabkan karena ganguan intrauterin, faktor
keturunan, kromosomal, penyakit metabolik, genetik dan trauma.
Mekanisme terjadinya
kongenital katarak masih sangat kompleks dan belum sepenuhnya dipahami.
Meskipun demikian, mekanisme terjadinya katarak secara umum telah dipelajari. Katarak
didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Pasien dewasa akan melaporkan
penurunan ketajaman fungsi penglihatan dan merasa silau, namun pada katarak kongenital
orang tua yang cenderung melaporkan jika pada mata anaknya terdapat bintik
putih dan bersinar seperti mata kucing.
Pemeriksaan mata yang
menyeluruh oleh seorang dokter dapat mendiagnosis katarak kongenital secara
dini. Katarak kongenital dapat dideteksi dini dengan pemeriksaan darah,
amniosintesis dan pemeriksaan aspirasi jaringan plasenta bila diduga infeksi
intrauterin. Prognosis katarak kongenital secara umum kurang memuaskan karena
dapat menyebabkan kebutaan. Komplikasi yang bisa dialami antara lain ambliopia
(mata malas), strasbismus dan glaukoma
Katarak kongenital seringkali
susah dibedakan dengan retinoblastoma karena keduanya memiliki ciri yang hampir
sama. Ciri khas yang ditemukan pada keduanya yakni adanya leukokoria (putih
pada pupil) atau lebih dikenal dengan cat’s
eye. Penyakit lain yang menyerupai katarak kongenital adalah uveitis
intrauterin yang memiliki ciri yang serupa. Penyingkiran diagnosis banding
dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG), CT-Scan, maupun
oftalmologi.
Penatalaksanaan
Katarak Kongenital dapat dilakukan dengan operasi
bedah, seperti lensektomi, Intra Ocular
Lense (IOL), ekstraksi katarak ekstrakapsular, ekstraksi katarak
intrakapsular serta konsultasi dengan dokter spesialis mata untuk penegakan
diagnosis dini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar