Budaya dalam eksistensi
remaja ditengah-tengah globalisasi
Pemandangan yang sangat
menakjubkan dalam kehidupan remaja saat ini adalah teknologi, dengan teknologi
apapun terasa lebih mudah. Bahkan dari hal yang rumit hingga hal yang ringan
pun terasa dapat teratasi dengan cepat. Memang betul, kita sebagai masyarakat
dunia yang sedang hidup ditengah-tengah modernisasi globalisasi tak pantas
rasanya jika ketinggalah dengan teknologi. Tapi pada kenyataannya saat ini,
teknologi itu malahan disalah gunakan oleh para remaja, seperti internet, yang
seharusnya menjadi media akses untuk lebih mendalami ilmu pengetahuan dan
informasi malahan mereka gunakan untuk mengakses video blue film atau foto-foto
yang tak senonoh. Ini menjadi suatu fenomena yang sudah biasa dikalangan
remaja, walaupun hanya sebagian kecil saja yang masih menyadari bahwa itu
tidaklah benar.
Jika kita kaitkan
dengan budaya, sangat banyak hal yang dapat kita cermati dan bahas dari
permasalahan tersebut. Teknologi dan globalisasilah yang menjadi factor utama
bergesernya kesadaran remaja khususnya di denpasar dalam melestarikan budaya
bali. Semakin cepatnya akses informasi yang tidak tersaring oleh nilai-nilai
pancasila sebagai dasar Negara meyebabkan informasi itu begitu saja masuk dan
menarik perhatian kalangan remaja kita. Pergeseran budaya ini tambah
menjadi-jadi, seiring dengan pembangunan fasilitas modern dimasyarakat, yang
menyebabkan remaja semakin melupakan dan meninggalkan budaya mereka. Tidaklah
anda lihat, pakaian ber-merk, tempat dan barang elite dan mewah, dan peralatan
canggih. Semua itu seakan adalah kebutuhan pokok bagi remaja masa kini.
Gaya hidup
konsumerisme, tidak lepas dari pergaulan remaja yang menjadikan uang memperalat
mereka. Semua itu membuat mereka lupa akan apa yang menjadi tanggung jawab
mereka, mereka lupa akan apa yang harus mereka jaga, bahkan ada yang
merendahkan budayanya sendiri. Seperti contoh, daripada remaja di denpasar
mendengarkan lagu-lagu bali atau belajar memainkan gambelan, mereka lebih
memilih mendengarkan lagu-lagu barat dan belajar bermain gitar atau keyboard.
Menurut pandangan mereka hal itu lebih keren dan menarik untuk dipelajari.
Memang benar hal tersebut sangat menarik, tapi setidaknya dalam menjadi seorang
remaja bali, mereka harus merasa bahwa mereka memiliki kewajiban untuk
melestarikan hal tersebut.
Banyak fenomena yang
semakin menjadi-jadi dikalangan remaja saat ini, mungkin bagi orang-orang yang
tidak pernah mencermatinya, mereka akan berfikir bahwa remaja sekarang adalah
remaja yang cerdas karena dekat dengan teknologi. Tapi pada kenyataannya,
sebagian besar dari mereka adalah orang-orang dengan iman rendah dan
merendehkan budayanya sendiri, seperti mereka melakukan prostitusi, freesex,
drugs, dan menganggap bahwa budaya adalah hal yang kuno, bahkan ada dari mereka
yang mengatakan budaya bali seperti bahasa bali itu membosankan dan tidak
menarik. Kebanyakan, nilai bahasa inggris atau bahasa jepang mereka lebih
tinggi dari nilai bahasa bali mereka.
Ini adalah parameter yang dapat menyimpulkan bahwa mereka lebih menggemari
budaya luar dibandingkan budaya mereka sendiri.
Sebagai seorang remaja
hendaknya kita sadar akan jati diri kita sebagai generasi penerus yang wajib
melestarikan budaya local daerah kita, maka dari itu dengan semakin
berkembangnya globalisasi ini, kita manfaatkan hal tersebut sebagai pendukung
dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya kita kepada dunia.
artikelnya bagus,,,
BalasHapuswww.sepatusafetyonline.com